Senin, 17 Desember 2012

Penciptaan manusia dalam perspektif Pendidikan



Bab I
Pendahuluan

A.      Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang misterius dan sangat menarik. Dikatakan misterius karena semakin dikaji semakin terungkap betapa banyak hal-hal mengenai manusia yang belum terungkapkan.
Sebagai mahluk yang sangat sempurna, bahkan dikatakan sebagai pemimpin seluruh umat yang ada di alam semesta ini. Terdapat satu pembeda manusia dari mahluk lainnya adalah kemampuan untuk berpikir, dari hal-hal sederhana sampai dengan hal-hal yang nyaris seakan diluar pemikiran itu sendiri, toh semuanya tetap merupakan wujud dari sang pemikiran. Juga dari manusia itu sendiri.
Tak salah pula mungkin jika malah mengatakan Manusia adalah mahluk yang unik, dan sekaligus merupakan makhluk yang paradoksial.[1] Fenomena di dunia ini sesungguhnya terkadang menyimpang berbagai pertanyaan. Terutama sekali bila kita dihadapkan pada problematika carut marutnya kehidupan manusia yang paradoksial itu. Kekuaan dan kelemahan melekat menjadi satu, kecerdasan dan kebodohan nyaris berimpit tanpa batas, kezaliman dan kebijaksanaan bagaikan saudara kembar, pemikiran dan perasaan dapat berganti secepat kilat, dan semuanya atas nama kesempurnaan sebagai makhluk bernama manusia.
Manusia sebagai subjek sekaligus sebagai objek kajian yang tiada henti-hentinya terus dilakukan manusia khususnya para ilmuwan. Oleh karena itu ia telah menjadi sasaran studi sejak dahulu, kini dan kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan hidupnya. Berbagai kajian dihaturkan untuk meneliti sosok manusia. Mengenai proses penciptaannya, Hubungan antar sesamanya, Organ dan Syarafnya, Pemikirannya dsb. Pun berbagai Perspektif dan sudut pandang yang begitu beragam juga hadir dan memperkaya pengetahuan perihal mahluk unik ini. Filsafat, Sains, Humaniora bahkan Teologi memiliki cara pandang terhadap esensi penciptaan manusia. Lantas bagaimana menurut Perspektif Pendidikan Islam?
Dari uraian diatas, Pemakalah akan sedikit menguraikan “Penciptaan Manusia dalam Perspektif Pendidikan Islam”

B.       Rumusan Masalah

Yang menjadi pokok dan sentral pembahasan pada makalah ini adalah :
1.      Bagaimana Hakikat Penciptaan manusia dalam perspektif umum?
2.      Bagaimana Hakikat Penciptaan manusia dalam perspektif Pendidikan Islam?

C.      Tujuan Masalah

Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1.      Mengetahui Hakikat Penciptaan manusia dalam perspektif umum
2.      Mengetahui Hakikat Penciptaan manusia dalam perspektif Pendidikan Islam







Bab II
Pembahasan

1.    Hakikat Penciptaan manusia dalam perspketif Umum

Manusia pada hakekatnya sama saja dengan mahluk hidup lainnya, yaitu memiliki hasrat dan tujuan. Ia berjuang untuk meraih tujuannya dengan didukung oleh pengetahuan dan kesadaran. Perbedaan diantara keduanya terletak pada dimensi pengetahuan, kesadaran dan keunggulan yang dimiliki manusia dibanding dengan mahluk lain.
Manusia sebagai salah satu mahluk yang hidup di muka bumi merupakan mahluk yang memiliki karakter paling unik. Manusia secara fisik tidak begitu berbeda dengan binatang, sehingga para pemikir menyamakan dengan binatang. Letak perbedaan yang paling utama antara manusia dengan makhluk lainnya adalah dalam kemampuannya melahirkan kebudayaan. Kebudayaan hanya manusia saja yang memilikinya, sedangkan binatang hanya memiliki kebiasaan-kebiasaan yang bersifat instinctif.
Berbicara tentang manusia maka yang tergambar dalam fikiran adalah berbagai macam perfektif, ada yang mengatakan manusia adalah hewan rasional (animal rasional) dan pendapat ini dinyakini oleh para filosof. Sedangkan yang lain menilai manusia sebagai animal simbolik adalah pernyatakan tersebut dikarenakan manusia mengkomunikasikan bahasa melalui simbol-simbol dan manusia menafsirkan simbol-simbol tersebut. Ada yang lain menilai tentang manusia adalah sebagai homo feber dimana manusia adalah hewan yang melakukan pekerjaan dan dapat gila terhadap kerja. Manusia memang sebagai mahluk yang aneh dikarenakan disatu pihak ia merupakan “mahluk alami”, seperti binatang ia memerlukan alam untuk hidup. Dipihak lain ia berhadapan dengan alam sebagai sesuatu yang asing ia harus menyesuaikan alam sesuai dengan kebutuh-kebutuhannya. Manusia dapat disebut sebagai homo sapiens, manusia arif memiliki akal budi dan mengungguli mahluk yang lain. Manusai juga dikatakan sebagai homo faber hal tersebut dikarenakan manusia adalah tukang yang menggunakan alat-alat dan menciptakannya. Salah satu bagian yang lain manusia juga disebut sebagai homo ludens (mahluk yang senang bermain). Manusia dalam bermain memiliki ciri khasnya dalam suatu kebudayaan bersifat fun. Fun disini merupakan kombinasi lucu dan menyenangkan.[2]
Antropologi, adalah merupakan salah satu dari cabang filsafat yang mempersoalkan tentang hakekat manusia dan sepanjang sejarahnya manusia selalu mempertanyakan tentang dirinya, apakah ia sedang sendirian, yang kemudian menjadi perenungan tentang kegelisahan dirinya, ataukah ia sedang dalam dinamika masyarakat dengan mempertanyakan tentang makna hidupnya ditengan dinamika perubahan yang kompleks, dan apakah makna keberadaannya ditengah kompleksitas perubahan itu? Pertanyaan tentang hakekat manusia merupkan pertanyaan kuno seumur keberadaan manusia dimuka bumi.[3] Dalam jawaban tentang manusia tidak pernah akan selesai dan dianggap tidak pernah sampai final dikarenakan realitas dalam keling manusia selalu baru, meskipun dalam subtansinya tidak berubah.
“What is a man?” Pertanyaan yang dikemukakan oleh Jujun S. Suriasumantri ketika mulai membahas bidang telaah filsafat.[4] Maksud pertanyaan ini adalah pada tahap permulaan filsafat senantiasa mempersoalkan siapakah manusia itu. Sebagai tambahan pengetahuan anda,  Setidaknya ada empat pandangan yang berbicara mengenai hakikat manusia dalam pandangan filsafat:
a.       Aliran serba Zat
Menyatakan bahwa hakikat manusia adalah zat atau materi. Aliran ini mengatakan bahwa apa yang disebut ruh atau jiwa, pikiran, perasaan (tanggapan, kemauan, kesadaran, ingatan, khayalan, asosiasi, penghayatan dan sebagainya) dari zat atau materi yaitu sel-sel tubuh.[5] Kebahagiaan, kesenangan dan sebagainya juga berasal dari materi (Pandangan Materialistis). Hal-hal yang bersifat ukhrowi (akhirat) dianggap sebagai khayalan belaka.
b.      Aliran Serba Ruh
Merupakan lawan dari aliran serba zat. Mereka mengatakan bahwa yang ada dalam manusia sebenarnya adalah ruh. Sedang zat hanya manifestasi ruh di dunia ini. Hal ini berdasarkan bukti bahwa ruh lebih tinggi nilainya daripada zat.
c.       Aliran Dualisme
Merupakan aliran yang mencoba menggabungkan kedua aliran sebelumnya. Mereka berpendapat bahwa manusia adalah makhluk dualisme, terdiri dari ruh dan badan (Zat). Antara keduanya terjadi hubungan kausalitas. Ruh dan badan berbeda dan tidak bergantung satu sama lain. Degan artian ruh tidak berasal dari badan, begitu pula sebaliknya.
d.      Aliran Eksistensialisme
Aliran yang terakhir ini terfokus kepada mana yang merupakan eksistensi atau wujud dari manusia, apa yang menguasai manusia secara menyeluruh, dan cara beradanya manusia di dunia ini. Aliran ini berbeda dari tiga aliran sebelumnya. Aliran ini timbul dari pemikiran para ahli filsafat moderen.

Manusia merupakan karya Allah swt. yang paling istimewa, bila  dilihat  dari  sosok  diri,  serta  beban  dan  tanggung  jawab  yang  diamanatkan  kepadanya.  Manusia  satu-satunya  makhluk  yang perbuatannya  mampu  mewujudkan  bagian  tertinggi  dari  kehendak Tuhan  yang  mampu  menjadi  sejarah.  Selain  itu  manusia  adalah makhluk  kosmis  yang  sangat  penting,  karena  dilengkapi  dengan  semua  pembawaan  dan  syarat-syarat  yang  diperlukan.[6]
Di samping itu, ada unsur lain yang membuat manusia dapat mengatasi pengaruh dunia sekitarnya  serta problema dirinya,  yaitu unsur jasmani dan unsur rohani. Kedua unsur ini sudah tampak pada berbagai makhluk lain yang diberi  jiwa atau roh. Akan tetapi, pada kedua unsur itu manusia dianugrahi nilai lebih, hingga kualitasnya berada  di  atas  kemampuan  yang  dimiliki  makhluk-makhluk  lain. Dengan  bekal  yang  istimewa  ini, manusia  mampu  menopang keselamatan, keamanan, kesejahteraan dan kualitas hidupnya. Selain itu, manusia juga merupakan makhluk berperadaban yang mampu membuat sejarah generasinya.
Dapat disimpulkan, Esensi Penciptaan manusia dalam perspektif umum adalah sebagai berikut :
1.      Manusia adalah makhluk utama, yaitu diantara semua makhluk natural dan supranatural, manusia mempunyai jiwa bebas dan hakikat hakikat yang mulia.
2.      Manusia adalah makhluk yang sadar. Ini adalah kualitasnya yang paling menonjol; Kesadaran dalam arti bahwa melalui daya refleksi yang menakjubkan, ia memahami aktualitas dunia eksternal, menyingkap rahasia yang tersembunyi dari pengamatan, dan mampu menganalisa masing-masing realita dan peristiwa.
3.      Manusia adalah makhluk yang sadar diri. Ini berarti bahwa ia adalah satu-satunya makhluk hidup yang mempunyai pengetahuan atas kehadirannya sendiri ; ia mampu mempelajari, manganalisis, mengetahui dan menilai dirinya.
4.      Manusia adalah makhluk moral. Di sinilah timbul pertanyaan penting mengenai nilai. Nilai terdiri dari ikatan yang ada antara manusia dan setiap gejala, perilaku, perbuatan atau dimana suatu motif yang lebih tinggi daripada motif manfaat timbul. Ikatan ini mungkin dapat disebut ikatan suci, karena ia dihormati dan dipuja begitu rupa sehingga orang merasa rela untuk membaktikan atau mengorbankan kehidupan mereka demi ikatan ini.
5.      Manusia adalah makhluk utama dalam dunia alami, mempunyai esensi uniknya sendiri, dan sebagai suatu penciptaan atau sebagai suatu gejala yang bersifat istimewa dan mulia. Ia memiliki kemauan, ikut campur dalam alam yang independen, memiliki kekuatan untuk memilih dan mempunyai andil dalam menciptakan gaya hidup melawan kehidupan alami. Kekuatan ini memberinya suatu keterlibatan dan tanggung jawab yang tidak akan punya arti kalau tidak dinyatakan dengan mengacu pada sistem nilai.
6.      Manusia adalah mahluk yang berfikir, karena berfikir inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Dengan berfikir manusia dapat menciptakan hal baru, pengetahuan baru, memecahkan problema, membangun peradaban. Dsb.

Masih banyak konsep-konsep hakikat penciptaan manusia secara umum, namun tidak akan dituangkan dalam makalah ini.

2.    Hakikat Penciptaan manusia dalam perskeptif Pendidikan Islam
Mari kita mulai pembahasan Hubungan  manusia  dengan  pendidikan  dengan sebuah pertanyaan: apakah manusia dapat dididik? Ataukah manusia dapat bertumbuh dan berkembang sendiri menjadi dewasa tanpa perlu  dididik?
Kedua  pertanyaan  tersebut  nampaknya sejak  lama  telah menjadi bahan kajian para ahli pendidikan Barat, yaitu sejak zaman Yunani  Kuno. Pendapat  yang umumnya dikenal  dalam pendidikan barat, mengenai mungkin tidaknya manusia dididik terangkum dalam tiga  aliran  filsafat  pendidikan,  yaitu  nativisme,  empirisme,  dan konvergensi.
Menurut  aliran  Nativisme,  manusia  tidak  perlu  dididik  sebab perkembangan manusia sepenuhnya ditentukan oleh bakat yang secara alami sudah ada pada dirinya. Sedangkan menurut  penganut aliran Empirisme  adalah  sebaliknya.  Perkembangan  dan  pertumbuhan  manusia  sepenuhnya  ditentukan  oleh  lingkungannya.  Dengan demikian  aliran  ini  memandang  pendidikan  berperan  penting  dan sangat menentukan arah perkembangan manusia. Adapun aliran ketiga yaitu Konvergensi yang merupakan perpaduan antara Nativisme dan Empirisme. Menurut mereka,  manusia  memiliki  kemampuan dalam dirinya (bakat dan potensi), tetapi potensi itu hanya dapat berkembang jika  ada  pengerahan,  pembinaan  serta  bimbingan  dari  luar. Perkembangan seseorang tidak hanya  ditentukan  oleh  kemampuan potensi dan bakat yang dibawanya. Tanpa ada intervensi dari luar, bakat dan potensi seseorang tidak mungkin berkembang dengan baik.
Dengan  demikian  kemampuan  seseorang  akan berjalan  dengan  baik  dan  dapat  dikembangkan  secara  maksimal apabila  ada  sinergi  antara  faktor dasar (potensi/bakat), ajar/ajaran (bimbingan)  serta  kemauan  dari  individu  itu  sendiri  untuk mengembangkan dirinya. Jadi, disamping faktor potensi bawaan dan bimbingan dari lingkungan, untuk  mengembangkan  diri, seseorang perlu didorong oleh motivasi intrinsik yaitu semacam dorongan dari dalam dirinya.
Aliran-aliran filsafat pendidikan Barat di atas menampilkan dua pandangan  yang  berbeda  tentang  hubungan  manusia  dengan pendidikan. Pandangan pertama menampilkan Pesimisme, sedangkan aliran  kedua  memunculkan Optimisme. Akan tetapi, tampaknya perkembangan berikutnya  pandangan  yang  kedua  lebih  dominan. Manusia  memang  hampir tidak  mungkin dapat berkembang secara maksimal  tanpa  intervensi  pihak  luar. Oleh  karena  itu,  manusia memerlukan pendidikan.[7]
Adapun  filsafat  pendidikan  Islam  meletakkan  hubungan manusia dengan pendidikan atas dasar prinsip penciptaan, eksistensi dan tanggung jawab. Dalam kaitan ini manusia dilihat sebagai makhluk ciptaan Allah yang terkait oleh ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh Penciptanya. Dengan demikian, manusia adalah makhluk yang terikat  oleh  nilai-nilai  ilahiyah,  yaitu  tatanan  nilai  yang  telah ditetapkan oleh Penciptanya.
Jika pada tahap awal filsafat mempersoalkan masalah manusia, demikian pula dengan pendidikan Islam. Ia tidak akan memiliki paradigma yang sempurna tanpa menentukan sikap konseptual filosofis tentang hakikat manusia, sebab bagaimanapun juga manusia adalah bagian dari alam ini.
Keberadaan manusia sebenarnya sudah tercantum dalam ayat-ayat al-quran yang merupakan sumber dan landasan dalam pendidikan Islam. Berita mengenai manusia, proses penciptaan manusia sampai tatanan kehidupan manusia pun sudah diatur di dalam al-quran. Hal ini menggambarkan kepada kita bahwa pendidikan Islam merupakan cara yang paling sempurna dalam mengembangkan potensi fitrah yang sudah ada sejak jaman ajali. Pendidikan Islam akan memberikan bimbingan bagaimana menjadikan manusia sebagai manusia yang beriman sekaligus sebagai khalifah yang bertanggung jawab.
Dalam memahami manusia tentu harus dituntun dengan pandangan Islam sebagai tolak ukur yang mendasar untuk mengetahui sesungguhnya apa hakikat manusia. Dalam pandangan Islam manusia tercipta dari dua unsur yaitu unsur materi dan non materi. Dari pengertiannya bahwa dimensi materi bermakna manusia adalah al-jism dan dimensi non-materi bermakna al-ruh.[8]
Dalam ranah dimensi materi manusia memerlukan pendidikan yang berguna untuk mengembangkan potensi yang sudah terlahir, pembinaan dan pengembangan potensi yang dimiliki manusia berfungsi untuk menunjukkan bahwa manusia layak menjadi khalifah dimuka bumi ini. Perkembangan jaman yang terus-menerus semakin menunjukkan perkembangannya, harus diimbangi dengan ilmu pengetahuan yang relevan guna untuk memberikan keseimbangan antara alam dengan manusia.
Jika pendidikan tidak mengambil perannya, maka manusia akan tertinggal dan tidak akan mampu mengelola kapasitas rahasia dan potensial  yang perlu diungkap yang berguna untuk menambah wawasan manusia dalam mengurus dan menjaga alam. Dimensi materi juga memiliki dua daya, yaitu: 
1.      Daya Fisik atau jasmani seperti: melihat, meraba, mendengar, merasa, dan mencium
2.      Daya gerak yaitu kemampuan manusia untuk menggerakkan tangan, mata, kaki dan sebagainya.

Sedangkan dimensi non materi bermakna tempat bagi segala sesuatu yang intelligible (jelas) dan dilengkapi dengan plot-plot yang memiliki sebutan berlainan dalam keadaan yang berbeda, yaitu ruh, nafs, qalb, dan aql.[9] Dimensi non-materi juga memiliki dua daya yaitu:

1. Daya berpikir yang disebut akal (aql) berpusat di kepala
2. Daya rasa disebut qalb atau hati yang berpusat di dada

Dapat disimpulkan bahwa manusia secara hakikatnya yang ditinjau dari kualitas dan kuantitas dalam pandangan pendidikan Islam merupakan gabungan dua unsur yang terdiri dari unsur jasmani dan unsur rohani. Dua unsur tersebut telah menjadikan manusia sebagai makhluk yang sempurna dan memiliki tingkat kecerdasan tinggi dan tingkat perubahan yang signifikan.
Hasan Langgulung mengatakan, Manusia pada hakikatnya diciptakan untuk mengembang tugas-tugas  pengabdian  kepada  Penciptanya.  Agar tugas  dimaksud dapat  dilaksanakan  dengan  baik,  maka  Sang  Pencipta  telah menganugrahkan  kepada  manusia  seperangkat  potensi  yang  dapat ditumbuhkembangkan. Potensi yang siap pakai tersebut dianugrahkan dalam bentuk kemampuan dasar, yang hanya mungkin berkembang secara optimal melalui bimbingan dan arahan yang sejalan dengan petunjuk Sang Penciptanya.[10]
Dengan kemampuan pengetahuan yang benar, manusia berusaha menjaga dan mengembangkan kelangsungan hidupnya. Manusia berusaha mengamalkan pengetahuannya di dalam perilaku sehari-hari. Persoalan pendidikan adalah persoalan yang lingkupnya seluas persoalan kehidupan manusia. Masalah kehidupan secara kodrati melekat pada tubuh dalam diri manusia. Secara langsung atau tidak, setiap kegiatan hidup manusia selalu mengandung arti dan fungsi pendidikan. Jadi, antara manusia dan pendidikan terjalin hubungan kausalitas. Karena manusia, pendidikan mutlak ada, dank arena pendidikan, manusia semakin menjadi diri sendiri sebagai manusia yang manusiawi.[11]
Pada dasarnya, tugas utama pendidikan adalah mengubah (transform) potensi-potensi manusia menjadi kemampuan-kemampuan atau keterampilan-keterampilan yang dapat dimanfaatkan manusia. Potensi intelektual misalnya, tidak ada gunanya kalau hanya disimpan di kepala. Ia akan menjadi berguna manakala sudah diubah, melalui proses pendidikan, menjadi penemuan-penemuan ilmiah dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Penemuan-penemuan ini pada dasarnya merupakan cerminan atau hasil olahan dari upaya pengembangan potensi intelektual manusia yang dulunya tersembunyi. Berbagai lembaga pendidikan yang berfungsi khusus mengembangkan potensi intelektual manusia, kiranya telah berhasil membekali manusia dengan penemuan-penemuan tertentu. Hingga kini, lembaga-lembaga itu berhasil mentransformasikan pengetahuan dan ketrampilan kepada generasi muda, agar mereka tetap dasar survive.
Pendidikan Islam, sesungguhnya merupakan solusi bagi penyakit yang menimpa manusia modern. Pendidikan islam adalah pendidikan yang dibangun atas dasar fitrah manusia. Pendidikan Islam senantiasa bertujuan menimbulkan pertumbuhan yang seimbang dari kepribadian total manusia melalui latihan spiritual, intelek, rasional diri, perasaan, dan kepekaan tubuh manusia. Oleh karenanya, pendidikan Islam selalu berusaha menyediakan jalan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya: spiritual, intelektual, imjinasi, fisik, ilmiah, linguistic baik secara individual maupun secara kolektif, dan memotivasi semua aspek ini untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan hidup manusia.
Tujuan Terciptanya Manusia dalam Perspektif Pendidikan Islam

1). Menjadi Khalifah

Islam menempatkan manusia di muka bumi ini sebagai khalifah. Kata khalifah bermakna sebagai pemimpin yang hakikatnya sebagai pengganti Allah untuk melaksanakan titah-Nya di muka bumi ini. Selain itu makna khalifah juga dapat dimaknai sebagai pemimpin yang diberi tugas untuk memimpin diri sendiri dan makhluk lainnya. Kepemimpinan yang harus dilaksanakan manusia sebagai khalifah adalah untuk menjaga, merawat, memelihara, mendayagunakan serta memakmurkan alam semesta guna kepentingan manusia secara keseluruhan.
Tujuan manusia dalam Perspektif Pendidikan Islam terlahir kedunia ini tidak lain adalah untuk menjadi pemimpin atau khalifah, hal ini telah ditegaskan dalam Firman allah dalam surat Hud ayat 61:
 uqèd Nä.r't±Rr& z`ÏiB ÇÚöF{$# óOä.tyJ÷ètGó$#ur $pkŽÏù
…dia Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya[12]

Dari keterangan ayat diatas dapat disimpulkan bahwa Allah swt telah memberikan mandat kepada manusia untuk menjadi penguasa yang mengatur tatanan bumi dan segala isinya. Inilah kekuasaan yang bersifat umum yang diberikan Allah kepada manusia sebagai khalifah yakni untuk memakmurkan kehidupan di bumi.[13]
2). Mengabdi Kepada Allah

Dalam Al-quran telah ditegaskan bahwa manusia diciptakan hanya untuk mengabdi kepada sang khaliq yaitu Allah swt. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam al-Dzariat : 56 yang artinya:

$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.



Dari keterangan ayat diatas menyatakan bahwa apa yang harus dilakukan manusia ketika terlahir kepermukaan bumi ini adalah hanya untuk mengabdi kepada allah. Dalam konteks ibadah dapat dimaknai bahwa segala aktifitas yang dilakukan manusia dalam keseharianya harus disandarkan dengan tujuan ibdah. Segala bentuk pengabdian harus disertai dengan niat dan tujuan hanya karena allah.
Makna ibadah tidak saja dapat diartikan dalam bentuk ritual keagamaan yang bersifat wajib saja, namun secara mendalam, konteks ibadah merupakan bentuk perlakuan dan perbuatan manusia yang disandarkan dengan niat dan tujuan hanya untuk mengabdi kepada allah semata.

Implikasi Esensi Manusia dalam Perspektif Pendidikan Islam

Berdasarkan tujuan terciptanya manusia, maka tujuan pencarian dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam pendidikan adalah untuk mengenali dan meneguhkan kembali syahadah manusia terhadap Tuhan.[14] Dalam hal ini, pendidikan haruslah merupakan suatu proses pemberi bantuan kemudahan atau bimbingan bagi seorang anak manusia untuk mengenali dan meneguhkan kembali syahadah primordialnya kepada Allah swt. Dalam pengertian ini, mengenali berarti menyadarkan manusia untuk mengetahui bahwa ia akan kembali kehadapan Allah, dan ia harus mempertanggungjawabkan segala bentuk perbuatannya kepada Allah swt.
Dalam konteks fungsi penciptaan manusia, implikasi esensi manusia sebagai Abdi Allah terhadap pendidikan Islam adalah sebuah upaya untuk memberikan bantuan kemudahan bagi peserta didik dalam mengaktualitaskan daya-daya al-jism dan al-ruh ke arah ketundukan dan kepatuhan yang sepenuhnya kepada Allah swt. Dalam Perspektif Pendidikan Islam, pendidikan harus melatihkan dan membiasakan prilaku abid serta mengarahkan pikiran, emosi, nafsu dan perasaan peserta didik dan manusia umumnya untuk sepenuhnya taat dan tunduk terhadap perintah Allah swt.


















Bab III
Kesimpulan

Manusia pada hakikatnya diciptakan untuk mengembang tugas-tugas  pengabdian  kepada  Penciptanya.  Agar tugas  dimaksud dapat  dilaksanakan  dengan  baik,  maka  Sang  Pencipta  telah menganugrahkan  kepada  manusia  seperangkat  potensi  yang  dapat ditumbuhkembangkan.
Tugas utama pendidikan secara umum adalah mengubah (transform) potensi-potensi manusia tadi menjadi kemampuan-kemampuan atau keterampilan-keterampilan yang dapat dimanfaatkan manusia.
Pendidikan Islam selalu berusaha menyediakan jalan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya: spiritual, intelektual, imjinasi, fisik, ilmiah, linguistic baik secara individual maupun secara kolektif, dan memotivasi semua aspek ini untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan hidup manusia.



[1] Willy Wong, Men(g)akali Pikiran, Cara Cerdas Negosiasi, Melobi, Mempengaruhi dan Memprovokasi Orang lain, (Jakarta: Visi Media, 2012), hlm.xiii
[2] K.Bertens, Panorama Filsafat Modern, (Jakarta: Teraju, PT.Mizan Publika, 2005), Hlm 79
[3] Musa Asy’arie, Filsafat Islam, (Lembaga Studi Filsafat Islam, Lesfi, 1999) Hlm 49
[4] Lihat Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1988) Hlm 27
[5] Sidi gazalba, Sistematika Filsafat, 1979, Bulan Bintang, Jakarta, Hlm 393
[6] Jalaluddin, Teologi Pendidikan,( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), Hlm 5
[7] Mohammad Noor Syam, Filsafat Kependidikan dan Dasar Kependidikan Filsafat Pancasila,(Jakarta: Usaha Nasional, 1986) Hlm 149
[8] Al-Rasyidin, Percikan Pemikiran Pendidikan (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2009), hlm. 6
[9] M. Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam. Terj. Haidar Bagir (Bandung: Mizan, 1990), hlm. 5-7
[10] Hasan Langgulung, Pendidikan Islam menghadapi Abad-21, (Pustaka al-Husna, 1988), Hlm 84
[11] Suhartono Suparlan, Filsafat Pendidikan (Yogyakarta: Ar Ruzz. 2007). Hlm. 56
[12] Maksudnya: manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.
[13] Ahmad Azhar Basyir, Refleksi Atas Persoalan Keislaman (Bandung: Mizan, 1994), Hlm. 48
[14] Al-Rasyidin, …Hlm 11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar