Sabtu, 08 Desember 2012

Pembelajaran I2M3



Bab I
Pendahuluan

A.    Latar Belakang Masalah

Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang begitu pesat pada era globalisasi, membawa perubahan yang sangat radikal. Perubahan itu telah berdampak pada setiap aspek kehidupan, termasuk pada system pendidikan dan pembelajaran. Dampak dari perubahan yang luar biasa itu terbentuknya suatu ‘kumonitas global’, lebih parah lagi karena komunitas global itu ternyata tiba jauh lebih cepat dari yang diperhitungkan: revolusi informasi telah menghadirkan dunia baru yang benar-benar hyper-reality.
Akibat dari perubahan yang begitu cepatnya, manusia tidak bisa lagi hanya bergantung pada seperangkat nilai, keyakinan, dan pola aktivitas social yang konstan. Manusia dipaksa secara berkelanjutan untuk menilai kembali posisi sehubungan dengan faktor-faktor tersebut dalam rangka membangun sebuah konstruksi social-personal yang memungkin atau yang tampaknya memungkinkan. Jika masyarakat mampu bertahan dalam menghadapi tantangan perubahan di dalam dunia pengetahuan, teknologi, komunikasi serta konstruksi social budaya ini, maka kita hasrus mengembangkan proses-proses baru untuk menghadapi masalah-masalah baru ini. Kita tidak dapat lagi bergantung pada jawaban-jawaban masa lalu karena jawaban-jawaban tersebut begitu cepatnya tidak berlaku seiring dengan perubahan yang terjadi.
Dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, khususnya kualitas intelektual dan moral sosial anak bangsa, guru memiliki kedudukan yang tetap dan selalu strategis, meskipun kini disadari atau tidak terjadi perkembangan media yang luar biasa cepatnya. Untuk itu guru harus memiliki ketajaman di dalam merancang proses pembelajaran, agar hasilnya benar-benar dapat menyiapkan peserta didik untuk berfikir, aktif, kreatif, kritis dan analisa dalam menyikapi setiap permasalahan yang berkaitan dengan pembangunan bangsa.[1]
Pemerintah tak lantas tinggal diam, berbagai upaya dilakukan untuk terus menggalakkan pendidikan sebagai salah satu aspek fundamen membangun bangsa. tahun 2005, Pemerintah mengelurakan Peraturan Pemerintah nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Kemudian diperinci dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Pemendiknas) pada setahun berikutnya, Permendiknas nomor 22 tentang standar isi, nomor 23 tentang standar kompetensi lulusan, dan 24 tentang pelaksanaannya. Permendiknas nomor 22, dan 23 mengamanatkan kepada setiap satuan pendidikan untuk menyusun kurikulum satuan pendidikannya sendiri-sendiri, yang dikenal dengan istilah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Standar perencanaan proses pembelajaran didasarkan pada prinsip sistematis dan sistemik. Sistematik berarti secara runtut dan berkesinambungan, dan sistemik berarti mempertimbangan segala komponen yang berkaitan. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.[2] Perencanaan itu perlu disusun secara sistemik dan sistematis. Sistemik karena perlu mempertimbangkan berbagai faktor yang berkaitan, yaitu tujuan yang perlu meliputi semua aspek perkembangan peserta didik (kognitif, afektif, dan psikomotor), karakteristik peserta didik, karakteristik materi ajar yang meliputi fakta, konsep, prosedur dan meta-kognitif, kondisi lingkungan serta hal-hal lain yang menghambat atau menunjang terlaksananya pembelajaran. Sistematis karena perlu disusun secara runtut, terarah dan terukur, mulai jenjang kemampuan rendah hingga tinggi.
Terdapat 3 point dalam proses kegiatan belajar mengajar di masa kini, ke-3 nya dapat dianalogiakan sebagai berikut :
Pertama, belajar dianalogikan sebagai air yang mengalir di suatu sungai dengan dinamis, penuh resiko dan menggairahkan. Kesalahan, kreativitas, potensi dan ketakjuban mengisi tempat itu. Belajar adalah kegiatan alamiah, kegiatan kehidupan, kegiatan yang identik dengan kehidupan itu sendiri. Siswa sebagai pelaku pembelajaran menjalani proses tersebut dengan penuh semangat, gairah, dan dinamika. Mereka bebas berkreasi dan berekspresi sesuai potensi mereka sekalipun kesalahan dan ketakjuban silih berganti mereka temukan dan rasakan dalam proses tersebut. Kesalahan dan kekeliruan merupakan bagian integral dari proses pembelajaran dan karenanya harus diberi ruang pengakuan dan apresiasi.
Kedua, mengajar dianalogikan sebagai pekerjaan ”tukang bersih sungai” agar air dapat mengalir bebas hambatan. Pekerjaan tersebut termasuk mengangkat sampah dan kotoran lain, mengeruk lumpur dan pasir, dan memindahkan batu dan kayu. Guru sebagai tukang bersih sungai tidak mengganggu air dengan segala potensi untuk mengalir. Dalam perspektif ini, guru memfasilitasi siswa dengan meminimalisir segala hal yang bisa menjadi penghambat perkembangan mereka. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugas guru dituntut memiliki ketulusan hati, kesetiaan, kemesraan, kesabaran, cinta, sukacita, improvisasi, dan pengendalian diri. Dengan memegang nilai-nilai dan keterampilan tersebut, para guru akan dapat mengemban tugas  bagaimanapun beratnya.
Ketiga, kurikulum dapat diibaratkan sebagai sebuah sungai yang indah diarungi, berliku-liku, banyak jeram dan batu cadas. Segala yang tersembunyi dan terbuka ada di situ dalam ketidakaturan. Dengan demikian, kurikulum tidaklah bermakna sempit sebagai sebuah buku yang disediakan oleh Departemen Pendidikan Nasional yang disebut Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP), tetapi mengacu pada proses-proses pembuatan kebijakan yang relevan yang dilakukan oleh semua pihak pendidikan yang berkepentingan, yang hasilnya dapat berupa dokumen kebijakan seperti GBPP, silabus atau daftar bahan ajar, program pelatihan guru, bahan dan sumber belajar, kegiatan belajar mengajar, dan kegiatan ujian dan evaluasi
Ihwal proses pembelajaran, di PP Nomor  19/2005 Bab IV (Standar Proses) tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 19 ayat(1), yang selengkapnya berbunyi: Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik.
Tendik menyebut pembelajaran tersebut sebagai PAIKEM yang merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inspiratif/Interaktif/Inovatif, Kritis/Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Dalam PAIKEM digunakan prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi.[3] Sedangkan oleh I Nyoman Degeng[4] disebut sebagai Model pembelajaran I2M3 (interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi).
Dari sedikit uraian diatas, disini pembahasan akan sedikit menerangkan mengenai I2M3 (interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi).

B.     Rumusan Masalah
Adapun pembahasan pokok pada makalah kali ini adalah :
1.      Bagaimana penjabaran dan implementasi pembelajaran I2M3?
2.      Bagaimana Mengembangkan metode belajar inovatif?

C.    Tujuan Masalah
1.      Mengetahui penjabaran mengenai pembelajaran I2M3 dan dapat menentukan langkah-langkah guna mengimplementasikan pembelajaran I2M3
2.      Dapat mengembangkan metode belajar inovatif














Bab II
Pembahasan

1.      Penjabaran dan implementasi Pembelajaran I2M3

Belajar mengajar adalah salah satu proses tansimisi, transfer dan transformasi ilmu. Menjadi salah satu proses sending-Received knowledges. Berbagai riset menyimpulkan bahwa guru adalah salah factor dominan dalam berhasilnya peserta didik dalam melakukan proses transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta internalisasi etika dan moral (lebih spesifik disebut pengetahuan).[5] Oleh karena itu, tidak berlebihan jika masyarakat yang memiliki keperdulian terhadap dunia pendidikan selalu mengarahkan perhatiannya pada berbagai aspek perihal guru dan keguruan.
Salah satu aspek perihal guru dan keguruan, yakni model pembelajaran. model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.. Model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran.
Seperti telah banyak di paparkan diatas bahwa I2M3 adalah pembelajaran yang berlangsung Interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi.
Interaktif,  KBBI mengartikan nya dengan : Bersifat saling melakukan aksi; antar-hubungan; saling aktif. Jika di tarik dalam konsep pembelajaran maka Guru dan murid adalah Knowledge builder, Bukan sekedar knowledge provider (Penyedia Pengetahuan) dan knowledge acquisitor (Penerima Pengetahuan). Ada hubungan timbal balik atau semacam dialog dalam proses transformasi ilmu, tentu saja kecakapan guru sangat diperlukan dalam mengayomi proses dialog ini, bila perlu guru memancing siswa dengan hal-hal yang membuat peserta didik penasaran dan memiliki hasrat untuk menggali lebih dalam. Proses dialog yang interaktif ini diharapkan akan membuka cakrawala berpikir peserta didik. Membawanya menjadi manusia yang kritis dalam menyikapi dan menerima pengetahuan yang disampaikan. Konsep ini sejalan dengan aliran inteksionis dimana pendidikan dapat ditentukan dari proses interaksi dialektis. Baik dari guru kepada peserta didik dan sebaliknya maupun dialog dua arah dari peserta didik pada materi dan lingkungan.[6]
Proses interaktif ini secara psikis juga diharapkan menghilangkan rasa canggung, takut dalam berpendapat. Keberagaman pendapat yang tercipta karena proses interaktif ini akan menambah pengetahuan siswa dan mengajarkannya menghormati perberdaan pendapat.
 Inspiratif, Penyampaian ilmu yang inspiratif memiliki orientasi jauh lebih luas. mampu memberikan perspektif yang mencerahkan serta menawarkan perspektif yang memberdayakan dan menghasilkan energi yang kreatif.  Proses pembelajaran tidak sekedar mengandalkan metodologi yang ada dalam kurikulum pendidikan, tetapi juga membangun suasana yang produktif.  sehingga proses pendidikan memungkinkan semakin aktif dan kreatifnya siswa dalam proses pembelajaran. Guru akan lebih tepat sebagai fasilitator, motivator dan inspirator. Menempatkan guru dalam suasana pendidikan yang produktif akan menumbuhkan gerak kreatif siswa dalam memahami pelajaran. Suasana produktif bisa dilihat dari meningkatnya semangat siswa dalam belajar, semakin melejitnya prestasi siswa dan makin kompetitifnya meraih ilmu yang semakin tinggi dan bermanfaat.
Menjadi seorang guru yang kreatif saat ini tampaknya sudah menjadi suatu keharusan. Sebab, guru yang kreatif akan mampu menciptakan proses pembelajaran yang memudahkan peserta didik menerima materi yang disampaikan dengan proses yang menyenangkan. Selain itu, kreatifitas adalah salah satu modal untuk menjadi guru profesional. Pertanyaannya adalah bagaimana cara kita untuk menjadi guru kreatif? (1) Jadilah penjelajah pikiran, Salah satu ciri guru kreatif adalah selalu terbuka dengan gagasan atau kemungkinan baru. Dia aktif mencari dan mengembangkan gagasan atau cara yang berbeda untuk peningkatan kualitas pembelajaran siswa. (2) Kembangkan pertanyaan. Guru kreatif akan selalu bertanya dan mencari terus menerus tentang yang dia lihat dan lakukan dalam pembelajaran. Dengan demikian, dia akan terus berkembang dan tidak menganggap segala sesuatu sudah semestinya dilakukan melainkan akan menghasilkan cara yang lebih baik untuk peningkatan kualitas belajar siswa. (3) Kembangkan gagasan sebanyak-banyaknya. Guru kreatif akan selalu mencari banyak solusi dan alternatif. Dia akan mengembangkan kreativitas dan imajinasi yang dia punya untuk meningkatnya kualitas pembelajaran. (4) Ciptakan mekanisme pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Seorang guru yang kreatif akan selalu berpatokan pada ‘Learning is fun’. Dia akan selalu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan sehingga anak didiknya merasa tertarik tentang apa yang dia sampaikan dan tidak merasa jenuh dalam kegiatan belajar.[7]
Menyenangkan, untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, Pengajar perlu menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar serta berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas –interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar.[8] Interaksi-interaksi itu mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi siswa. Interaksi-interaksi tersebut mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain. Proses ini tujuannya agar memberikan rasa nyaman dan sejahtera bagi peserta didik. Kenyamanan dan kesejahteraan itu implikasinya akan membawa suasana hati yang tulus dalam berinteraksi dalam dialog dan trasnformasi ilmu.
Hadirkanlah hal-hal yang membuat peserta didik merespon seperti game, smart jokes, video, slide dsb. Namun dengan kemasan yang menyenangkan dan menghadirkan daya tarik siswa untuk memperhatikan. Daya inovasi guru diharapkan mampu mengexplore media-media yang digunakan dalam sebuah kemasan yang apik dan fun (Learning is fun).  Yang tujuannya bukan untuk menghadirkan joke dalam kelas , namun membuat suasana kelas menjadi  tidak membosankan.
Bawalah dunia meraka (Peserta didik) ke dalam Dunia kita (Pendidik), lalu antarkan (Transfer) dunia kita (pendidik) ke dunia mereka (peserta didik).
Menantang, Jean Piaget: mengatakan bahwa, anak yang mendapatkan pendidikan bermutu akan hidup lebih adaptable saat dewasa ia mampu beradaptasi terhadap segala perubahan yang terjadi pada dirinya maupun pada lingkungan. Di setiap kondisi kehidupan, ia mampu hidup bahagia.
Pendidikan yang menantang, memberikan tantangan pada peserta didik, tidak memanjakan, tidak dengan cara “mengisi botol”, melainkan “mengocok botol”. Pendidikan yang menantang melahirkan generasi yang gigih, mampu bertahan dalam situasi apapun, tidak mudah mengeluh, dan tidak berputus asa.  Secara filosofis, Berbeda dengan “mengisi botol” yang hanya memindahkan pengetahuan (knowledge transformation), tanpa melihat apakah pengetahuan itu bermanfaat atau tidak bagi peserta didik, yang penting guru telah menjalankan tugas. Sementara metode “mengocok botol” , menjadikan ilmu pengetahuan itu sebagai sebuah upaya keras untuk menggapai suatu cita-cita. Tujuan dari metode mengocok botol adalah, terciptanya generasi yang ulet (tahan banting), memilik etos kerja, generasi yang memiliki kesadaran bahwa tidak ada keberhasilan tanpa usaha (tengok-tengok nemu gethuk). Berkenaan dengan metode “mengocok botol”, perlunya juga ditanamkan pentingnya nilai-nilai kehidupan (living values),  agar peserta didik  mampu membedakan mana yang baik dan tidak, salah dan benar. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sistem pembelajaran sekarang ini adalah model belajar yang memanjakan siswa, pembelajaran yang  tidak menantang, murid merasa dimanja membuat mereka tidak mampu lagi membedakan antara salah dan benar, baik dan buruk. Keberanian, kegigihan (strugle for life) hilang tertelan oleh proses pembelajaran yang memanjakan anak (spoiled child).
Memotivasi, Istilah motivasi berasal dari kata bahasa Latin movere yang berarti ”menggerakan”. Wlodkowski  menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan ketahanan persistence pada tingkah laku tersebut. Ames dan Ames didefinisikan motivasi sebagai perspektif yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkunganya. Sebagai contoh, seorang siswa yang percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan yang diperlukan untuk melakukan suatu tugas, akan termotivasi untuk melakukan tugas tersebut. Konsep diri yang positif ini menjadi motor penggerak bagi kemaunnya. Motivasi juga dapat dijelaskan sebagai ”tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku tertentu”. [9] Atkinson menjelaskan motivasi sebagai suatu tendensi seseorang untuk berbuat yang meningkatkan guna menghasilkan hasil yang berpengaruh.[10]
Dalam konsep ini, Peserta didik akan berusaha mencapai suatu tujuan karena dirangsang oleh manfaat atau keuntungan yang akan diperoleh. Motivasi siswa tercermin melalui ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses, meskipun dihadang berbagai kesulitan. Motivasi juga ditunjukan melalui intensitas untuk kerja dalam melakukan suatu tugas.
Pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor dari dalam maupun luar siswa, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan. Dalam konteks pembelajaran maka kebutuhan tersebut berhubungan dengan kebutuhan untuk belajar. Teori behaviorisme menjelaskan motivasi sebagai fungsi rangsangan (stimulus) dan respons, sedangkan apabila dikaji menggunakan teori kognitif, motivasi merupakan fungsi dinamika psikologis yang lebih rumit, melibatkan kerangka berpikir siswa terhadap berbagai aspek perilaku.
Dalam proses pembelajaran, motivasi belajar siswa dapat dianalogikan sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin. Motivasi belajar yang memadai akan mendorong siswa berperilaku aktif untuk berprestasi dalam kelas, tetapi motivasi yang terlalu kuat justru dapat berpengaruh negatif terhadap keefektifan usaha belajar siswa.
Peranan guru untuk mengelola motivasi belajar siswa sangat penting, dan dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas belajar yang didasarkan pada pengenalan guru kepada siswa secara individual.
Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, diantaranya sebagai berikut:
1.      Memberikan aktivitas dengan tingkat kesulitan tingkat menengah sehingga tidak akan membosankan siswa karena terlalu mudah atau membuat siswa putus asa karena terlalu sulit.
2.      Memberikan informasi dan ide yang dikaitkan dengan pengetahuan siswa, serta kejutan dan incongruity dalam aktivitas yang dilakukan di kelas
3.      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat memilih aktivitas dan terlibat dalam pembuatan peraturan dan prosedur di kelas sehingga siswa merasa memiliki control
4.      Melibatkan siswa dalam aktivitas make-believe, permainan, dan simulasi, namun kegiatan ini harus relevan dengan materi pelajatran dan tidak mengganggu

Usaha untuk meningkatkan motivasi belajar siswa memerlukan kondisi tertentu yang mengedepankan keterlibatan dan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Sejauh mungkin siswa perlu didorong untuk mampu menata belajarnya sendiri dan menggunakan interaksi antar pribadi dengan teman dan guru untuk mengembangkan kemampuan kognitif/intelektual dan kemampuan sosial. Di samping itu, keterlibatan orang tua dalam belajar siswa perlu diusahakan, baik berupa perhatian dan bimbingan kepada anak di rumah maupun partisipasi secara individual dan kolektif terhadap sekolah dan kegiatannya.
Beberapa penelitian tentang prestasi belajar siswa menunjukan motivasi sebagai faktor yang banyak berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar siswa. Tokoh–tokoh pendidikan seperti Mc Clelland (1985), Bandura (1977), Bloom (1980), Weiner (1986), Fyans dan Maerh (1987) melakukan berbagai penelitian tentang peranan motivasi belajar, dan menemukan hasil yang menarik.
Dari berbagai teori motivasi yang berkembang, John Keller mengatakan
Ada empat kategori kondisi motivasional yang harus diperhatikan oleh guru dalam usaha menghasilkan pembelajaran yang menarik[11], bermakna dan memberikan tantangan bagi siswa. Keempat kondisi motivasional tersebut dijelaskan sebagai berikut :
·         Perhatian (Attention)
·         Relevansi (Relevance)
·         Kepercayaan diri (Confidence),dan
·         Kepuasan (Satisfaction).

Mengimplementasikan I2M3
Tidak ada satupun model proses pembelajaran yang berlaku untuk setiap mata pelajaran di dalam kelas dengan peserta didik yang beragam. Untuk itu semua guru harus mampu memilih, mengembangkan dan menerapkan proses pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata kuliah, karakteristik peserta didik, serta kondisi dan situasi lingkungan. Hal ini menunjukkan posisi penting proses pembelajaran dalam menghasilkan lulusan yang bermutu. Untuk itu, betul-betul diperlukan guru yang profesional. Maka dari itu pendidikan dan pelatihan pada calon guru untuk mencapai tujuan tersebut harus dilakukan secara serius dan sungguh-sungguh, sehingga mampu menterjadikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan formal dilaksanakan dengan sistem klasikal yang menggunakan pendekatan kelompok besar, kelompok kecil, dan individual di dalam kelas maupun di luar kelas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain intensitas interaksi antara peserta didik dengan guru, antar peserta didik, dan antara peserta didik dengan sumber belajar,sarana dan prasarana, dan sebagainya.
Pelaksanaan proses pembelajaran I2M3 harus memenuhi sejumlah prinsip:
        1).  Interaktif
Adanya hubungan timbal balik antara guru dengan peserta didik dan antar peserta didik.    
       
        2).  Inspiratif
Mendorong semangat belajar dan memunculkan gagasan baru pada peserta didik 
         3). Menyenangkan
Peserta didik/peserta didik merasa aman, nyaman, betah, dan asyik mengikuti pembelajaran.
         4). Menantang
Peserta didik/peserta didik tertarik untuk memecahkan/menyelesaikan masalah, melakukan percobaan untuk menjawab keingintahuannya, dan tidak mudah menyerah, sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik/peserta didik.
         5). Memotivasi peserta didik/peserta didik untuk berpartisipasi aktif
Peserta didik terlibat dalam setiap peristiwa belajar yang sedang dilakukan, misalnya aktif bertanya, mengerjakan tugas, dan aktif berdiskusi.
        7).  Mengembangkan prakarsa, kreativitas, dan kemandirian peserta didik
Proses pembelajaran harus dapat memberikan ruang yang cukup bagi berkembangnya prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
         8). Memberi keteladanan 
Guru memberikan keteladanan dalam bersikap, bertindak, dan bertuturkata baik di dalam maupun di luar kelas.
         9). Mengembangkan budaya membaca dan menulis
Guru memberi tugas membaca dan menulis/membuat karya untuk mendorong peserta didik/peserta didik gemar membaca dan menulis.
       10). Memberikan penguatan dan umpan balik
Dalam situasi tertentu, pendidik/guru memberikan pujian atau memperbaiki respon peserta didik. Namur demikian tetap menjaga suasana agar peserta didik berani untuk berpendapat.
      11). Memperhatikan perbedaan karakteristik peserta didik
Guru memberikan pengayaan bagi peserta didik yang berkemampuan lebih dan remedial bagi peserta didik yang berkemampuan kurang atau mengalami kesulitan belajar. Guru menggunakan strategi pembelajaran yang bervariasi guna mengakomodasi keragaman karakteristik peserta didik/peserta didik.
       12). Mengembangkan  kerjasama dan kompetisi untuk mencapai prestasi
Guru mengembangkan kemampuan bekerjasama melalui kerja kelompok, dan kemampuan berkompetisi melalui kerja individual, untuk memperoleh hasil optimal bukannya untuk saling menjatuhkan.
       13). Memanfaatkan aneka sumber belajar
Guru menggunakan berbagai sumber belajar yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan.
       14). Mengembangkan kecakapan hidup
Tumbuhnya kompetensi peserta didik/peserta didik dalam memecahkan/ menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari, termasuk berkomunikasi dengan baik dan efektif, baik lisan maupun tulisan, mencari informasi, dan berargumentasi secara logis.
      15). Menumbuhkan budaya akademis, nilai-nilai kehidupan, dan pluralisme
Terbangunnya suasa hubungan peserta didik/peserta didik dan guru yang saling menerima, menghargai, akrab, terbuka, hangat, dan penuh empati, tanpa membedakan latar belakang dan status sosial-ekonomi.

Berlandaskan prinsip di atas, proses pembelajaran, dapat mengacu pelaksanaannya pada 5 tahapan, yaitu keterlibatan, eksplorasi, elaborasi, konfirmasi, dan penilaian hasil belajar.
Keterlibatan
Keterlibatan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk memfokuskan perhatian peserta didik agar mereka siap untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran
Eksplorasi
Eksplorasi merupakan kegiatan dalam berupaya mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari. Beragam pendekatan pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menantang, menyenangkan, dan memotivasi serta menarik minat peserta didik diterapkan dalam kegiatan eksplorasi.  Langkah-langkah pemandu yang disiapkan guru mencerminkan langkah-langkah kegiatan belajar yang esensial untuk berbagai ranah pembelajaran.  Dalam ranah pengetahuan (kognitif), di antara langkah belajar perlu ada kegiatan mengkaji dan menganalisis topik/tema materi.  Dalam ranah keterampilan (psikomotor), di antara langkah belajar perlu ada kegiatan praktek melakukan keterampilan yang dipelajari. Sementara itu, dalam ranah sikap (afektif), di antara langkah belajar perlu ada kegiatan menghayati melalui berbagai aktivitas, misalnya pemodelan, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dll.
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, peserta didik memberikan komentar dan pertanyaan yang bersifat konstruktif terhadap hasil kerja yang disampaikan oleh temannya. Di samping itu, dalam elaborasi, peserta didik juga melakukan pengecekan hasil eksplorasi yang telah dilakukan terhadap sumber-sumber acuan lain yang tersedia.
Konfirmasi
Konfirmasi merupakan kegiatan interaktif antara guru sebagai nara sumber ahli/ fasilitator dengan peserta didik untuk memberikan umpan balik terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi. Dalam kegiatan ini, guru juga dapat memanfaatkan berbagai sumber acuan untuk memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik. Sementara itu, peserta didik melakukan refleksi terhadap pengalaman belajar yang telah dilakukan. Dari kegiatan konfirmasi, peserta didik akan mencapai kebermaknaan belajar dari pengalaman belajar yang telah dijalankan. Dampak pengiring dari kegiatan konfirmasi adalah rasa ingin tahu untuk menindaklanjuti kegiatan eksplorasi lebih luas dan lebih dalam.

Penilaian hasil belajar
Penilaian hasil belajar merupakan kegiatan pendidik bersama peserta didik untuk mengukur hasil yang diperoleh dari proses belajar. 










2.      Mengembangkan Metode Pembelajaran Inovatif
Laporan UNESCO  telah menetapkan empat pilar pendidikan sebagai landasan pendidikan era global, yaitu: (1) learning to know, yakni peserta didik mempelajari pengetahuan, (2) learning to do, yakni peserta didik menggunakan pengetahuannya untuk mengembangkan keterampilan, (3) learning to be, yakni peserta didik meningkatkan dan menggunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk hidup, dan (4) learning to live together, yakni peserta didik menyadari bahwa adanya saling ketergantungan sehingga diperlukan adanya saling menghargai antara sesama manusia.[12]
Jika menindak lanjuti Laporan UNESCO tersebut, maka akan muncul orientasi pendidikan yang arahnya relevan dengan dunia nyata. Yang meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Dengan demikian, pendidikan yang dikehendaki dewasa ini adalah pendidikan yang berlangsung secara kontekstual. Pendidikan kontekstual dicirikan oleh proses pembelajaran yang diarahkan pada pemecahan masalah, menggunakan konteks yang bervariasi, Pengajaran langsung, menggunakan kelompok belajar secara kooperatif.[13]

1)      Model Pengajaran Langsung
Tentu model ini sudah tidak asing lagi bagi pendidik, khususnya di Indonesia mayoritas dan hampir semua pendidik akrab dengan aspek-aspek yang menyertainya. Rasional dan prosedur-prosedur yang berkaitan dengan model pembelajaran ini juga telah digunakan oleh orang-orang tua kita saat mereka mengajarkan menyetir mobil kepada kita, menyikat gigi, memukul bola menulis laporan penelitian, atau memecahkan soal-soal persamaan dalam matematika.
Model pembelajaran langsung lebih bersifat lurus ke depan dan dapat dikuasai dalam waktu relatif singkat. Penguasaan model pembelajaran langsung ini adalah suatu keharusan dalam repertoire seorang guru.
Seperti halnya model-model pembelajaran yang lain, model pembelajaran langsung dapat dideskripsikan dalam tiga ciri, yaitu: (1) hasil pembelajaran yang akan dikuasai siswa dari model pembelajaran ini; (2)sintaks atau langkah-langkah keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dan; (3) lingkungan belajar pada model pembelajaran ini.
Secara umum model pembelajaran langsung telah didesain untuk mempromosikan siswa dalam hal mempelajari pengetahuan yang tersruktur dengan baik dan dapat diajarkan dalam suatu bentuk langkah-per-langkah. Model pembelajaran ini tidak diperuntukkan untuk mempromosikan pembelajaran sosial atau keterampilan berpikir pada tingkatan yang lebih tinggi. Model pembelajaran langsung adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada guru dan mempunyai lima langkah, yaitu: mengkondisikan, penjelasan dan/atau demontrasi, latihan terbimbing, uman balik, dan latihan lanjutan yang diperluas.[14]

2)      Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Davidson dan Warsham “Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berefektifitas yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademik”.[15]
Model pembelajaran Kooperatif, adalah satu pembelajaran yang memposisikan siswa belajar secara kelompok dan saling bertukar gagasan untuk mencapai tujuan atau keberhasilan kelompoknya. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif:
a.                Tahapan kooperatif, pembentukan kelompok, dan masing-masing kelompok membahas materi yang berbeda.
b.                Tahap ahli, setiap siswa harus ahli dalm materi yang telah dibahas dalam kelompok tersebut.
c.                Tahap lima serangkai, masing-masing siswa yang ahli dalam materi yang berbeda berkumpul untuk berdiskusi.



Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif sebagai berikut[16]:
a.       Siswa dalam kelompok bekerja sama menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b.      Kelompok dibentuk secara heterogen.
c.        Penghargaan lebih diberikan kepada kelompok, bukan kepada individu.
d.      Pada model pembelajaran kooperatif memang ditonjolkan pada diskusi dan kerjasama dalam kelompok. Kelompok dibentuk secara heterogen sehingga siswa dapat berkomunikasi, saling berbagi ilmu, saling menyampaikan pendapat, dan saling menghargai pendapat teman sekelompoknya.

3)      Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Problem Based Learning (pembelajaran berbasis masalah) muncul kepermukaan sebagai cerminan pandangan seorang penyusun teori pendidikan progressif yaitu John Dewey yang menyatakan tidak ada hal di dalam filosof pendidikan progresif yang lebih bermakna daripada penekanannya terhadap makna penting partisipasi peserta didik di dalam penyusunan tujuan yang mengarahkan kegiatannya di dalam proses pembelajaran.[17] Schmidt sebagaimana dikutip Rideout menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah menekankan pada analisis masalah sebelum mengumpulkan informasi dan pada aktivitas pembelajaran mandiri dipengaruhi oleh Bruner tentang motivasi intrinsik sebagai kekuatan yang mendorong individu untuk lebih banyak mempelajari dunia mereka.  Oleh karenanya yang menjadi dasar apa yang dilakukan dalam pembelajaran  berbasis masalah sebagaimana diungkapkan Albanase dan Mitchel menyatakan pembelajaran berkembang jika peserta didik berpartisipasi aktif dalam proses dan jika pembelajaran didasarkan pada sebuah masalah.

Ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah adalah[18] :
  1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu. Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada pertanyaan/masalah yang secara pribadi bermakna untuk peserta didik dengan mengajukan situasi kehidupan nyata yang otentik.
  2. Terintegrasi dengan disiplin ilmu lain. Meskipun pembelajaran berbasis masalah berpusat pada mata pelajaran tertentu, akan tetapi masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya peserta didik meninjau masalah dari anyak sudut pandangan disiplin ilmu lain,
  3. Penyelidikan otentik. Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan peserta didik melakukan penyelidikan otentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Peserta didik menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan.
  4. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya. Pembelajaran berbasis masalah menuntut peserta didik menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.







Bab III
Kesimpulan
Pembelajaran interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi tujuannya guna menghadirkan suasana yang nyaman dan hidup dalam proses penyampaian ilmu secara psikis. Sehingga ilmu yang disampaikan diharapkan dapat diserap dan mengimpresi peserta didik, selain itu pembelajaran tersebut diharapkan menghasilkan peserta didik yang bermental kuat, kritis dan cakap dalam menyongsong zaman.
Pendidik diharapkan up to date dalam Upgrading Model-model pembelajaran, Inovasi dan daya kreasi guru dalam proses penyampaian ilmu sangat dibutuhkan. Proses penyampaian yang tak mulus akan mengasilkan ilmu yang hasilnya tak mulus juga tentunya. Begitu banyak inovasi-inovasi model, stategi dan cara pembelajaran masa kini yang dapat di temukan, diexplore dan di terapkan. Selamat mencoba.




[1] Carole Wade & Carol Travis, Psikologi, Edisi 9 Jilid 1 , Jakarta: Erlangga, tt, Hlm. 21
[2] PP nomor 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 20
[3] Dit.Tendik, Pembelajaran Berbasis PAIKEM (CTL, Pembelajaran Terpadu, Pembelajaran Tematik), Jakarta: Kemendiknas, 2010
[4] Prof.Dr.I Nyoman Sudana Degeng,M.Pd. dilahirkan di Klungkung pada tanggal 23 September 1958. Program doktor ia selesaikan di UM pada tahun 1988. Jabatan yang pernah diemban adalah Ketua LP3 UM. Selain aktif menjadi pembicara dalam berbagai seminar dunia pendidikan, Kini beliau aktif mendalami bidang teknologi pendidikan dan menjadi dosen di Universitas Negeri Malang (UM).
[5] Andreas Soeroso, Sosiologi 2, SMA Kelas XI,  Yudhistira Ghalia Indonesia, Hlm.29

[6] Team pengembangan ilmu pendidikan, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian I: Ilmu Pendidikan Teoretis, Grasindo, tt, Hlm. 58


[7]  Ngainun Naim , Menjadi Guru Inspiratif, , Cet I , Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, Hlm 76
[8] Nuril Huda, Paikem dan Course Design, Makalah disampaikan pada Diklat Profesionalisme Guru, Juli 2009 di IAIN Antasari Banjarmasin
[9] Suciati, Teori Belajar dan Motivasi, PAU Dikti Depdiknas, 2003, Hlm 24
[10] Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif baru, Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012, Hlm 325
[11] Raymond J. Wlodkowski, Enhancing Adult Motivation to Learn: A Comprehensive Guide for Teaching All Adults,  John Wiley & Sons,  2011, Hlm. 173

[12] Jacques Delors, International Commission on Education for the Twenty-first Century, Learning: the treasure within: report to UNESCO of the International Commission on Education for the Twenty-first Century, Unesco Pub, 1996

[13] Clifford, M. and Wilson, M. (2000). ‘Professional Learning and Student’s Experiences: Lesson Learned from Implementation’.  Educational Brief . No. 2 December 2000. Texas Collaborative for Teaching Excellence. (2005). REACT Strategy.
[14] Team pengembangan ilmu pendidikan, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian II : Ilmu Pendidikan Praktis, Grasindo, tt, Hlm. 28
[15] Isjoni Ishaq, Memajukan Bangsa dengan Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Hlm 83
[16] Widiantini, Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif.Modul Paket Pembinaan Penataran.Depdiknas. Yogyakarta, 2006, Hlm 4

[17] Elizabeth Rideout, Transforming Nursing Education Through Problem-Based Learning, Jones & Bartlett Learning, 2006, Hlm. 65


[18] Team pengembangan ilmu pendidikan, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian II…Hlm. 57


*Makalah ini telah dipresentasikan pada 08 Desember 2012, pada Perkuliahan "Psikologi Pendidikan", PROGRAM PASCASARJANASEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SAMARINDA, Pengampu : Prof. Dr. Hj. Siti Muriah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar