Bab I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang Masalah
Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang
begitu pesat pada era globalisasi, membawa perubahan yang sangat radikal.
Perubahan itu telah berdampak pada setiap aspek kehidupan, termasuk pada system
pendidikan dan pembelajaran. Dampak dari perubahan yang luar biasa itu
terbentuknya suatu ‘kumonitas global’, lebih parah lagi karena komunitas global
itu ternyata tiba jauh lebih cepat dari yang diperhitungkan: revolusi informasi
telah menghadirkan dunia baru yang benar-benar hyper-reality.
Akibat dari perubahan yang begitu cepatnya, manusia tidak bisa
lagi hanya bergantung pada seperangkat nilai, keyakinan, dan pola aktivitas
social yang konstan. Manusia dipaksa secara berkelanjutan untuk menilai kembali
posisi sehubungan dengan faktor-faktor tersebut dalam rangka membangun sebuah
konstruksi social-personal yang memungkin atau yang tampaknya memungkinkan.
Jika masyarakat mampu bertahan dalam menghadapi tantangan perubahan di dalam
dunia pengetahuan, teknologi, komunikasi serta konstruksi social budaya ini,
maka kita hasrus mengembangkan proses-proses baru untuk menghadapi
masalah-masalah baru ini. Kita tidak dapat lagi bergantung pada jawaban-jawaban
masa lalu karena jawaban-jawaban tersebut begitu cepatnya tidak berlaku seiring
dengan perubahan yang terjadi.
Dalam
upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, khususnya kualitas intelektual
dan moral sosial anak bangsa, guru memiliki kedudukan yang tetap dan selalu
strategis, meskipun kini disadari atau tidak terjadi perkembangan media yang
luar biasa cepatnya. Untuk itu guru harus memiliki ketajaman di dalam merancang
proses pembelajaran, agar hasilnya benar-benar dapat menyiapkan peserta didik
untuk berfikir, aktif, kreatif, kritis dan analisa dalam menyikapi setiap
permasalahan yang berkaitan dengan pembangunan bangsa.[1]
Pemerintah tak lantas tinggal diam, berbagai upaya dilakukan
untuk terus menggalakkan pendidikan sebagai salah satu aspek fundamen membangun
bangsa. tahun 2005, Pemerintah mengelurakan Peraturan Pemerintah nomor 19
tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Kemudian diperinci dengan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional (Pemendiknas) pada setahun berikutnya, Permendiknas
nomor 22 tentang standar isi, nomor 23 tentang standar kompetensi lulusan, dan
24 tentang pelaksanaannya. Permendiknas nomor 22, dan 23 mengamanatkan kepada
setiap satuan pendidikan untuk menyusun kurikulum satuan pendidikannya
sendiri-sendiri, yang dikenal dengan istilah kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP).
Standar perencanaan proses pembelajaran didasarkan pada prinsip
sistematis dan sistemik. Sistematik berarti secara runtut dan berkesinambungan,
dan sistemik berarti mempertimbangan segala komponen yang berkaitan.
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus
dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan
pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian
hasil belajar.[2]
Perencanaan itu perlu disusun secara sistemik dan
sistematis. Sistemik karena perlu mempertimbangkan berbagai faktor yang
berkaitan, yaitu tujuan yang perlu meliputi semua aspek perkembangan peserta
didik (kognitif, afektif, dan psikomotor), karakteristik peserta didik,
karakteristik materi ajar yang meliputi fakta, konsep, prosedur dan
meta-kognitif, kondisi lingkungan serta hal-hal lain yang menghambat atau
menunjang terlaksananya pembelajaran. Sistematis karena perlu disusun secara
runtut, terarah dan terukur, mulai jenjang kemampuan rendah hingga tinggi.
Terdapat
3 point dalam proses kegiatan belajar mengajar di masa kini, ke-3 nya dapat
dianalogiakan sebagai berikut :
Pertama,
belajar dianalogikan sebagai air yang mengalir di suatu sungai dengan dinamis, penuh resiko dan menggairahkan. Kesalahan,
kreativitas, potensi dan ketakjuban mengisi tempat itu. Belajar adalah kegiatan
alamiah, kegiatan kehidupan, kegiatan yang identik dengan kehidupan itu
sendiri. Siswa sebagai pelaku pembelajaran menjalani proses tersebut dengan
penuh semangat, gairah, dan dinamika. Mereka bebas berkreasi dan berekspresi
sesuai potensi mereka sekalipun kesalahan dan ketakjuban silih berganti mereka
temukan dan rasakan dalam proses tersebut. Kesalahan dan kekeliruan merupakan
bagian integral dari proses pembelajaran dan karenanya harus diberi ruang
pengakuan dan apresiasi.
Kedua,
mengajar dianalogikan sebagai pekerjaan ”tukang bersih sungai” agar air dapat
mengalir bebas hambatan. Pekerjaan tersebut termasuk mengangkat sampah dan
kotoran lain, mengeruk lumpur dan pasir, dan memindahkan batu dan kayu. Guru
sebagai tukang bersih sungai tidak mengganggu air dengan segala potensi untuk
mengalir. Dalam perspektif ini, guru memfasilitasi siswa dengan meminimalisir
segala hal yang bisa menjadi penghambat perkembangan mereka. Oleh karena itu,
dalam menjalankan tugas guru dituntut memiliki ketulusan hati, kesetiaan,
kemesraan, kesabaran, cinta, sukacita, improvisasi, dan pengendalian diri.
Dengan memegang nilai-nilai dan keterampilan tersebut, para guru akan dapat
mengemban tugas bagaimanapun beratnya.
Ketiga,
kurikulum dapat diibaratkan sebagai sebuah sungai yang indah diarungi,
berliku-liku, banyak jeram dan batu cadas. Segala yang tersembunyi dan terbuka
ada di situ dalam ketidakaturan. Dengan demikian, kurikulum tidaklah bermakna sempit sebagai
sebuah buku yang disediakan oleh Departemen Pendidikan Nasional yang disebut Garis-Garis
Besar Program Pengajaran (GBPP), tetapi mengacu pada proses-proses
pembuatan kebijakan yang relevan yang dilakukan oleh semua pihak pendidikan
yang berkepentingan, yang hasilnya dapat berupa dokumen kebijakan seperti GBPP,
silabus atau daftar bahan ajar, program pelatihan guru, bahan dan sumber
belajar, kegiatan belajar mengajar, dan kegiatan ujian dan evaluasi
Ihwal proses pembelajaran, di PP Nomor
19/2005 Bab IV (Standar Proses) tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 19
ayat(1), yang selengkapnya berbunyi: Pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup
bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologi peserta didik.
Tendik menyebut pembelajaran tersebut sebagai PAIKEM yang
merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inspiratif/Interaktif/Inovatif,
Kritis/Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Dalam PAIKEM digunakan
prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi.[3]
Sedangkan oleh I Nyoman Degeng[4]
disebut sebagai Model pembelajaran I2M3 (interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, dan memotivasi).
Dari sedikit uraian diatas, disini pembahasan akan sedikit
menerangkan mengenai I2M3 (interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan
memotivasi).
B.
Rumusan Masalah
Adapun pembahasan pokok pada makalah
kali ini adalah :
1.
Bagaimana penjabaran dan implementasi pembelajaran I2M3?
2.
Bagaimana Mengembangkan metode belajar inovatif?
C.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui penjabaran mengenai pembelajaran
I2M3 dan dapat menentukan langkah-langkah guna mengimplementasikan pembelajaran
I2M3
2.
Dapat mengembangkan metode belajar inovatif
Bab II
Pembahasan
1. Penjabaran
dan implementasi Pembelajaran I2M3
Belajar mengajar adalah salah satu proses tansimisi, transfer
dan transformasi ilmu. Menjadi salah satu proses sending-Received knowledges.
Berbagai riset menyimpulkan bahwa guru adalah salah factor dominan dalam
berhasilnya peserta didik dalam melakukan proses transformasi ilmu pengetahuan
dan teknologi serta internalisasi etika dan moral (lebih spesifik disebut
pengetahuan).[5] Oleh karena itu, tidak
berlebihan jika masyarakat yang memiliki keperdulian terhadap dunia pendidikan
selalu mengarahkan perhatiannya pada berbagai aspek perihal guru dan keguruan.
Salah satu aspek perihal guru dan keguruan, yakni model
pembelajaran. model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar
dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.. Model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai
dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Apabila
antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran
sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang
disebut dengan model pembelajaran.
Seperti telah banyak di paparkan diatas bahwa I2M3 adalah
pembelajaran yang berlangsung Interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang dan memotivasi.
Interaktif, KBBI mengartikan nya dengan : Bersifat saling
melakukan aksi; antar-hubungan; saling aktif. Jika di tarik dalam konsep
pembelajaran maka Guru dan murid adalah Knowledge builder, Bukan sekedar
knowledge provider (Penyedia Pengetahuan) dan knowledge acquisitor (Penerima
Pengetahuan). Ada hubungan timbal balik atau semacam dialog dalam proses
transformasi ilmu, tentu saja kecakapan guru sangat diperlukan dalam mengayomi
proses dialog ini, bila perlu guru memancing siswa dengan hal-hal yang membuat
peserta didik penasaran dan memiliki hasrat untuk menggali lebih dalam. Proses
dialog yang interaktif ini diharapkan akan membuka cakrawala berpikir peserta
didik. Membawanya menjadi manusia yang kritis dalam menyikapi dan menerima
pengetahuan yang disampaikan. Konsep ini sejalan dengan aliran inteksionis
dimana pendidikan dapat ditentukan dari proses interaksi dialektis. Baik dari
guru kepada peserta didik dan sebaliknya maupun dialog dua arah dari peserta
didik pada materi dan lingkungan.[6]
Proses interaktif ini secara psikis juga diharapkan menghilangkan
rasa canggung, takut dalam berpendapat. Keberagaman pendapat yang tercipta
karena proses interaktif ini akan menambah pengetahuan siswa dan mengajarkannya
menghormati perberdaan pendapat.
Inspiratif, Penyampaian ilmu yang inspiratif memiliki orientasi jauh
lebih luas. mampu memberikan perspektif yang mencerahkan serta menawarkan
perspektif yang memberdayakan dan menghasilkan energi yang kreatif. Proses pembelajaran tidak sekedar
mengandalkan metodologi yang ada dalam kurikulum pendidikan, tetapi juga
membangun suasana yang produktif.
sehingga proses pendidikan memungkinkan semakin aktif dan kreatifnya
siswa dalam proses pembelajaran. Guru akan lebih tepat sebagai fasilitator,
motivator dan inspirator. Menempatkan guru dalam suasana pendidikan yang
produktif akan menumbuhkan gerak kreatif siswa dalam memahami pelajaran.
Suasana produktif bisa dilihat dari meningkatnya semangat siswa dalam belajar,
semakin melejitnya prestasi siswa dan makin kompetitifnya meraih ilmu yang
semakin tinggi dan bermanfaat.
Menjadi seorang guru yang kreatif saat ini tampaknya sudah
menjadi suatu keharusan. Sebab, guru yang kreatif akan mampu menciptakan proses
pembelajaran yang memudahkan peserta didik menerima materi yang disampaikan
dengan proses yang menyenangkan. Selain itu, kreatifitas adalah salah satu
modal untuk menjadi guru profesional. Pertanyaannya adalah bagaimana cara kita
untuk menjadi guru kreatif? (1) Jadilah penjelajah pikiran, Salah satu ciri
guru kreatif adalah selalu terbuka dengan gagasan atau kemungkinan baru. Dia
aktif mencari dan mengembangkan gagasan atau cara yang berbeda untuk
peningkatan kualitas pembelajaran siswa. (2) Kembangkan pertanyaan. Guru
kreatif akan selalu bertanya dan mencari terus menerus tentang yang dia lihat
dan lakukan dalam pembelajaran. Dengan demikian, dia akan terus berkembang dan
tidak menganggap segala sesuatu sudah semestinya dilakukan melainkan akan
menghasilkan cara yang lebih baik untuk peningkatan kualitas belajar siswa. (3)
Kembangkan gagasan sebanyak-banyaknya. Guru kreatif akan selalu mencari banyak
solusi dan alternatif. Dia akan mengembangkan kreativitas dan imajinasi yang
dia punya untuk meningkatnya kualitas pembelajaran. (4) Ciptakan mekanisme
pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Seorang guru yang kreatif akan
selalu berpatokan pada ‘Learning is fun’. Dia akan selalu menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan sehingga anak didiknya merasa tertarik tentang
apa yang dia sampaikan dan tidak merasa jenuh dalam kegiatan belajar.[7]
Menyenangkan, untuk
menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, Pengajar perlu menyertakan
segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar serta
berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas –interaksi yang
mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar.[8]
Interaksi-interaksi itu mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang
mempengaruhi siswa. Interaksi-interaksi tersebut mengubah kemampuan dan bakat
alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang
lain. Proses ini tujuannya agar memberikan rasa nyaman dan sejahtera bagi
peserta didik. Kenyamanan dan kesejahteraan itu implikasinya akan membawa
suasana hati yang tulus dalam berinteraksi dalam dialog dan trasnformasi ilmu.
Hadirkanlah hal-hal yang membuat peserta didik merespon
seperti game, smart jokes, video, slide dsb. Namun dengan kemasan yang
menyenangkan dan menghadirkan daya tarik siswa untuk memperhatikan. Daya
inovasi guru diharapkan mampu mengexplore media-media yang digunakan dalam
sebuah kemasan yang apik dan fun (Learning is fun). Yang tujuannya bukan untuk menghadirkan joke
dalam kelas , namun membuat suasana kelas menjadi tidak membosankan.
Bawalah dunia meraka (Peserta didik) ke dalam Dunia kita
(Pendidik), lalu antarkan (Transfer) dunia kita (pendidik) ke dunia mereka
(peserta didik).
Menantang, Jean
Piaget: mengatakan bahwa, anak yang mendapatkan pendidikan bermutu akan hidup
lebih adaptable saat dewasa ia mampu beradaptasi terhadap segala perubahan yang
terjadi pada dirinya maupun pada lingkungan. Di setiap kondisi kehidupan, ia
mampu hidup bahagia.
Pendidikan
yang menantang, memberikan tantangan pada peserta didik, tidak memanjakan,
tidak dengan cara “mengisi botol”, melainkan “mengocok botol”. Pendidikan yang
menantang melahirkan generasi yang gigih, mampu bertahan dalam situasi apapun,
tidak mudah mengeluh, dan tidak berputus asa.
Secara filosofis, Berbeda dengan “mengisi botol” yang hanya memindahkan
pengetahuan (knowledge transformation), tanpa melihat apakah pengetahuan
itu bermanfaat atau tidak bagi peserta didik, yang penting guru telah
menjalankan tugas. Sementara metode “mengocok botol” , menjadikan ilmu
pengetahuan itu sebagai sebuah upaya keras untuk menggapai suatu cita-cita.
Tujuan dari metode mengocok botol adalah, terciptanya generasi yang ulet (tahan
banting), memilik etos kerja, generasi yang memiliki kesadaran bahwa tidak ada
keberhasilan tanpa usaha (tengok-tengok nemu gethuk). Berkenaan dengan
metode “mengocok botol”, perlunya juga ditanamkan pentingnya nilai-nilai kehidupan
(living values), agar peserta didik mampu membedakan mana yang baik
dan tidak, salah dan benar. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sistem
pembelajaran sekarang ini adalah model belajar yang memanjakan siswa,
pembelajaran yang tidak menantang, murid merasa dimanja membuat mereka
tidak mampu lagi membedakan antara salah dan benar, baik dan buruk. Keberanian,
kegigihan (strugle for life) hilang tertelan oleh proses pembelajaran
yang memanjakan anak (spoiled child).
Memotivasi, Istilah
motivasi berasal dari kata bahasa Latin movere yang berarti ”menggerakan”. Wlodkowski
menjelaskan motivasi sebagai suatu
kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi
arah dan ketahanan persistence pada tingkah laku tersebut. Ames dan Ames
didefinisikan motivasi sebagai perspektif yang dimiliki seseorang mengenai
dirinya sendiri dan lingkunganya. Sebagai contoh, seorang siswa yang percaya
bahwa dirinya memiliki kemampuan yang diperlukan untuk melakukan suatu tugas, akan
termotivasi untuk melakukan tugas tersebut. Konsep diri yang positif ini
menjadi motor penggerak bagi kemaunnya. Motivasi juga dapat dijelaskan sebagai
”tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku tertentu”. [9]
Atkinson menjelaskan motivasi sebagai suatu tendensi seseorang untuk berbuat
yang meningkatkan guna menghasilkan hasil yang berpengaruh.[10]
Dalam
konsep ini, Peserta didik akan berusaha mencapai suatu tujuan karena dirangsang
oleh manfaat atau keuntungan yang akan diperoleh. Motivasi siswa tercermin
melalui ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses, meskipun
dihadang berbagai kesulitan. Motivasi juga ditunjukan melalui intensitas untuk
kerja dalam melakukan suatu tugas.
Pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran
perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau
bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan
faktor dari dalam maupun luar siswa, untuk mencapai tujuan tertentu guna
memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan. Dalam konteks pembelajaran maka
kebutuhan tersebut berhubungan dengan kebutuhan untuk belajar. Teori
behaviorisme menjelaskan motivasi sebagai fungsi rangsangan (stimulus) dan
respons, sedangkan apabila dikaji menggunakan teori kognitif, motivasi
merupakan fungsi dinamika psikologis yang lebih rumit, melibatkan kerangka
berpikir siswa terhadap berbagai aspek perilaku.
Dalam proses pembelajaran, motivasi belajar siswa dapat
dianalogikan sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin. Motivasi belajar
yang memadai akan mendorong siswa berperilaku aktif untuk berprestasi dalam
kelas, tetapi motivasi yang terlalu kuat justru dapat berpengaruh negatif
terhadap keefektifan usaha belajar siswa.
Peranan guru untuk mengelola motivasi belajar siswa
sangat penting, dan dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas belajar yang
didasarkan pada pengenalan guru kepada siswa secara individual.
Ada
beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi
belajar siswa, diantaranya sebagai berikut:
1.
Memberikan
aktivitas dengan tingkat kesulitan tingkat menengah sehingga tidak akan
membosankan siswa karena terlalu mudah atau membuat siswa putus asa karena
terlalu sulit.
2.
Memberikan
informasi dan ide yang dikaitkan dengan pengetahuan siswa, serta kejutan dan incongruity
dalam aktivitas yang dilakukan di kelas
3.
Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk dapat memilih aktivitas dan terlibat dalam
pembuatan peraturan dan prosedur di kelas sehingga siswa merasa memiliki
control
4.
Melibatkan
siswa dalam aktivitas make-believe, permainan, dan simulasi, namun
kegiatan ini harus relevan dengan materi pelajatran dan tidak mengganggu
Usaha untuk meningkatkan motivasi belajar siswa
memerlukan kondisi tertentu yang mengedepankan keterlibatan dan keaktifan siswa
dalam pembelajaran. Sejauh mungkin siswa perlu didorong untuk mampu menata belajarnya sendiri dan menggunakan interaksi antar pribadi dengan teman dan guru untuk mengembangkan kemampuan
kognitif/intelektual dan kemampuan sosial. Di samping itu, keterlibatan orang
tua dalam belajar siswa perlu diusahakan, baik berupa perhatian dan bimbingan
kepada anak di rumah maupun partisipasi secara individual dan kolektif terhadap
sekolah dan kegiatannya.
Beberapa
penelitian tentang prestasi belajar siswa menunjukan motivasi sebagai faktor
yang banyak berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar siswa. Tokoh–tokoh
pendidikan seperti Mc Clelland (1985), Bandura (1977), Bloom (1980), Weiner
(1986), Fyans dan Maerh (1987) melakukan berbagai penelitian tentang peranan
motivasi belajar, dan menemukan hasil yang menarik.
Dari
berbagai teori motivasi yang berkembang, John Keller mengatakan
Ada empat kategori kondisi motivasional yang harus diperhatikan oleh guru dalam usaha menghasilkan pembelajaran yang menarik[11], bermakna dan memberikan tantangan bagi siswa. Keempat kondisi motivasional tersebut dijelaskan sebagai berikut :
Ada empat kategori kondisi motivasional yang harus diperhatikan oleh guru dalam usaha menghasilkan pembelajaran yang menarik[11], bermakna dan memberikan tantangan bagi siswa. Keempat kondisi motivasional tersebut dijelaskan sebagai berikut :
·
Perhatian
(Attention)
·
Relevansi
(Relevance)
·
Kepercayaan
diri (Confidence),dan
·
Kepuasan
(Satisfaction).
Mengimplementasikan
I2M3
Tidak
ada satupun model proses pembelajaran yang berlaku untuk setiap mata pelajaran
di dalam kelas dengan peserta didik yang beragam. Untuk itu semua guru harus
mampu memilih, mengembangkan dan menerapkan proses pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik mata kuliah, karakteristik peserta didik, serta kondisi
dan situasi lingkungan. Hal ini menunjukkan posisi penting proses pembelajaran
dalam menghasilkan lulusan yang bermutu. Untuk itu, betul-betul diperlukan guru
yang profesional. Maka dari itu pendidikan dan pelatihan pada calon guru untuk
mencapai tujuan tersebut harus dilakukan secara serius dan sungguh-sungguh,
sehingga mampu menterjadikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan formal
dilaksanakan dengan sistem klasikal yang menggunakan pendekatan kelompok besar,
kelompok kecil, dan individual di dalam kelas maupun di luar kelas. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan, antara lain intensitas interaksi antara peserta
didik dengan guru, antar peserta didik, dan antara peserta didik dengan sumber
belajar,sarana dan prasarana, dan sebagainya.
Pelaksanaan proses pembelajaran I2M3 harus
memenuhi sejumlah prinsip:
1). Interaktif
Adanya hubungan timbal balik antara guru
dengan peserta didik dan antar peserta didik.
2). Inspiratif
Mendorong semangat belajar dan memunculkan
gagasan baru pada peserta didik
3).
Menyenangkan
Peserta didik/peserta didik merasa aman,
nyaman, betah, dan asyik mengikuti pembelajaran.
4).
Menantang
Peserta didik/peserta didik tertarik untuk
memecahkan/menyelesaikan masalah, melakukan percobaan untuk menjawab
keingintahuannya, dan tidak mudah menyerah, sesuai dengan tingkat kemampuan
peserta didik/peserta didik.
5).
Memotivasi peserta didik/peserta didik untuk berpartisipasi aktif
Peserta didik terlibat dalam setiap peristiwa
belajar yang sedang dilakukan, misalnya aktif bertanya, mengerjakan tugas, dan
aktif berdiskusi.
7). Mengembangkan prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian peserta didik
Proses pembelajaran harus dapat memberikan ruang yang cukup bagi
berkembangnya prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan
perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
8).
Memberi keteladanan
Guru memberikan keteladanan dalam bersikap,
bertindak, dan bertuturkata baik di dalam maupun di luar kelas.
9).
Mengembangkan budaya membaca dan menulis
Guru memberi tugas membaca dan menulis/membuat
karya untuk mendorong peserta didik/peserta didik gemar membaca dan menulis.
10).
Memberikan penguatan dan umpan balik
Dalam situasi tertentu, pendidik/guru
memberikan pujian atau memperbaiki respon peserta didik. Namur demikian tetap
menjaga suasana agar peserta didik berani untuk berpendapat.
11). Memperhatikan
perbedaan karakteristik peserta didik
Guru memberikan pengayaan bagi peserta didik
yang berkemampuan lebih dan remedial bagi peserta didik yang berkemampuan
kurang atau mengalami kesulitan belajar. Guru menggunakan strategi pembelajaran
yang bervariasi guna mengakomodasi keragaman karakteristik peserta
didik/peserta didik.
12).
Mengembangkan kerjasama dan kompetisi
untuk mencapai prestasi
Guru mengembangkan kemampuan bekerjasama
melalui kerja kelompok, dan kemampuan berkompetisi melalui kerja individual,
untuk memperoleh hasil optimal bukannya untuk saling menjatuhkan.
13).
Memanfaatkan aneka sumber belajar
Guru menggunakan berbagai sumber belajar yang
meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan.
14).
Mengembangkan kecakapan hidup
Tumbuhnya kompetensi peserta didik/peserta
didik dalam memecahkan/ menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari, termasuk
berkomunikasi dengan baik dan efektif, baik lisan maupun tulisan, mencari
informasi, dan berargumentasi secara logis.
15).
Menumbuhkan budaya akademis, nilai-nilai kehidupan, dan pluralisme
Terbangunnya suasa hubungan peserta
didik/peserta didik dan guru yang saling menerima, menghargai, akrab, terbuka,
hangat, dan penuh empati, tanpa membedakan latar belakang dan status
sosial-ekonomi.
Berlandaskan prinsip di atas, proses
pembelajaran, dapat mengacu
pelaksanaannya pada 5 tahapan, yaitu keterlibatan, eksplorasi, elaborasi,
konfirmasi, dan penilaian hasil belajar.
Keterlibatan
Keterlibatan merupakan kegiatan awal
dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk memfokuskan perhatian
peserta didik agar mereka siap untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran
Eksplorasi
Eksplorasi
merupakan kegiatan dalam berupaya mencari informasi yang luas dan dalam tentang
topik/tema materi yang akan dipelajari. Beragam pendekatan pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menantang, menyenangkan, dan
memotivasi serta menarik minat peserta didik diterapkan dalam kegiatan
eksplorasi. Langkah-langkah pemandu yang
disiapkan guru mencerminkan langkah-langkah kegiatan belajar yang esensial
untuk berbagai ranah pembelajaran. Dalam
ranah pengetahuan (kognitif), di antara langkah belajar perlu ada kegiatan
mengkaji dan menganalisis topik/tema materi.
Dalam ranah keterampilan (psikomotor), di antara langkah belajar perlu
ada kegiatan praktek melakukan keterampilan yang dipelajari. Sementara itu,
dalam ranah sikap (afektif), di antara langkah belajar perlu ada kegiatan
menghayati melalui berbagai aktivitas, misalnya pemodelan, pemecahan masalah,
pengambilan keputusan, dll.
Elaborasi
Dalam
kegiatan elaborasi, peserta didik memberikan komentar dan pertanyaan yang
bersifat konstruktif terhadap hasil kerja yang disampaikan oleh temannya. Di
samping itu, dalam elaborasi, peserta didik juga melakukan pengecekan hasil
eksplorasi yang telah dilakukan terhadap sumber-sumber acuan lain yang
tersedia.
Konfirmasi
Konfirmasi
merupakan kegiatan interaktif antara guru sebagai nara sumber ahli/ fasilitator
dengan peserta didik untuk memberikan umpan balik terhadap hasil eksplorasi dan
elaborasi. Dalam kegiatan ini, guru juga dapat memanfaatkan berbagai sumber
acuan untuk memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi
peserta didik. Sementara itu, peserta didik melakukan refleksi terhadap
pengalaman belajar yang telah dilakukan. Dari kegiatan konfirmasi, peserta
didik akan mencapai kebermaknaan belajar dari pengalaman belajar yang telah
dijalankan. Dampak pengiring dari kegiatan konfirmasi adalah rasa ingin tahu
untuk menindaklanjuti kegiatan eksplorasi lebih luas dan lebih dalam.
Penilaian hasil
belajar
Penilaian
hasil belajar merupakan kegiatan pendidik bersama peserta didik untuk mengukur
hasil yang diperoleh dari proses belajar.
2. Mengembangkan Metode Pembelajaran Inovatif
Laporan UNESCO
telah menetapkan empat pilar pendidikan sebagai landasan pendidikan era
global, yaitu: (1) learning to know, yakni peserta didik mempelajari pengetahuan, (2) learning to do, yakni peserta
didik menggunakan pengetahuannya untuk mengembangkan keterampilan, (3) learning
to be, yakni peserta didik meningkatkan dan menggunakan pengetahuan dan
keterampilannya untuk hidup, dan (4) learning to live together, yakni
peserta didik menyadari bahwa adanya saling ketergantungan sehingga diperlukan
adanya saling menghargai antara sesama manusia.[12]
Jika menindak lanjuti Laporan UNESCO tersebut, maka akan
muncul orientasi pendidikan yang arahnya relevan dengan dunia nyata. Yang
meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Dengan demikian,
pendidikan yang dikehendaki dewasa ini adalah pendidikan yang berlangsung
secara kontekstual. Pendidikan kontekstual dicirikan oleh proses pembelajaran
yang diarahkan pada pemecahan masalah, menggunakan konteks yang bervariasi,
Pengajaran langsung, menggunakan kelompok belajar secara kooperatif.[13]
1) Model Pengajaran Langsung
Tentu model ini sudah tidak asing lagi bagi pendidik,
khususnya di Indonesia mayoritas dan hampir semua pendidik akrab dengan aspek-aspek yang menyertainya. Rasional dan
prosedur-prosedur yang berkaitan dengan model pembelajaran ini juga telah
digunakan oleh orang-orang tua kita saat mereka mengajarkan menyetir mobil
kepada kita, menyikat gigi, memukul bola menulis laporan penelitian, atau
memecahkan soal-soal persamaan dalam matematika.
Model
pembelajaran langsung lebih bersifat lurus ke depan dan dapat dikuasai dalam
waktu relatif singkat. Penguasaan model pembelajaran langsung ini adalah suatu
keharusan dalam repertoire seorang guru.
Seperti
halnya model-model pembelajaran yang lain, model pembelajaran langsung dapat
dideskripsikan dalam tiga ciri, yaitu: (1) hasil pembelajaran yang akan
dikuasai siswa dari model pembelajaran ini; (2)sintaks atau langkah-langkah keseluruhan
kegiatan belajar-mengajar dan; (3) lingkungan belajar pada model pembelajaran
ini.
Secara
umum model pembelajaran langsung telah didesain untuk mempromosikan siswa dalam
hal mempelajari pengetahuan yang tersruktur dengan baik dan dapat diajarkan dalam
suatu bentuk langkah-per-langkah. Model pembelajaran ini tidak diperuntukkan
untuk mempromosikan pembelajaran sosial atau keterampilan berpikir pada
tingkatan yang lebih tinggi. Model pembelajaran langsung adalah suatu model
pembelajaran yang berpusat pada guru dan mempunyai lima langkah, yaitu:
mengkondisikan, penjelasan dan/atau demontrasi, latihan terbimbing, uman balik,
dan latihan lanjutan yang diperluas.[14]
2)
Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Davidson dan Warsham
“Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa
untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berefektifitas yang
mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademik”.[15]
Model pembelajaran Kooperatif, adalah satu pembelajaran yang
memposisikan siswa belajar secara kelompok dan saling bertukar
gagasan untuk mencapai tujuan atau keberhasilan kelompoknya. Langkah-langkah
pembelajaran kooperatif:
a.
Tahapan kooperatif, pembentukan kelompok, dan masing-masing
kelompok membahas materi yang berbeda.
b.
Tahap ahli, setiap siswa harus ahli dalm materi yang telah
dibahas dalam kelompok tersebut.
c.
Tahap lima serangkai, masing-masing siswa yang ahli dalam
materi yang berbeda berkumpul untuk berdiskusi.
Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif sebagai berikut[16]:
a.
Siswa dalam kelompok bekerja sama menyelesaikan materi
belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b.
Kelompok dibentuk secara heterogen.
c.
Penghargaan lebih
diberikan kepada kelompok, bukan kepada individu.
d.
Pada model pembelajaran kooperatif memang ditonjolkan pada
diskusi dan kerjasama dalam kelompok. Kelompok dibentuk secara heterogen
sehingga siswa dapat berkomunikasi, saling berbagi ilmu, saling menyampaikan
pendapat, dan saling menghargai pendapat teman sekelompoknya.
3) Model
Pembelajaran Berbasis Masalah
Problem
Based Learning (pembelajaran berbasis masalah) muncul kepermukaan sebagai cerminan pandangan seorang penyusun teori pendidikan progressif yaitu John
Dewey yang menyatakan tidak ada hal di dalam filosof pendidikan progresif yang
lebih bermakna daripada penekanannya terhadap makna penting partisipasi peserta
didik di dalam penyusunan tujuan yang mengarahkan kegiatannya di dalam proses
pembelajaran.[17]
Schmidt sebagaimana dikutip Rideout menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis
masalah menekankan pada analisis masalah sebelum mengumpulkan informasi dan
pada aktivitas pembelajaran mandiri dipengaruhi oleh Bruner tentang motivasi
intrinsik sebagai kekuatan yang mendorong individu untuk lebih banyak
mempelajari dunia mereka. Oleh karenanya yang menjadi dasar apa yang
dilakukan dalam pembelajaran berbasis masalah sebagaimana diungkapkan
Albanase dan Mitchel menyatakan pembelajaran berkembang jika peserta didik
berpartisipasi aktif dalam proses dan jika pembelajaran didasarkan pada sebuah
masalah.
Ciri-ciri
pembelajaran berbasis masalah adalah[18]
:
- Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu. Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada pertanyaan/masalah yang secara pribadi bermakna untuk peserta didik dengan mengajukan situasi kehidupan nyata yang otentik.
- Terintegrasi dengan disiplin ilmu lain. Meskipun pembelajaran berbasis masalah berpusat pada mata pelajaran tertentu, akan tetapi masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya peserta didik meninjau masalah dari anyak sudut pandangan disiplin ilmu lain,
- Penyelidikan otentik. Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan peserta didik melakukan penyelidikan otentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Peserta didik menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan.
- Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya. Pembelajaran berbasis masalah menuntut peserta didik menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.
Bab
III
Kesimpulan
Pembelajaran interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang dan memotivasi
tujuannya guna menghadirkan suasana yang nyaman dan hidup dalam proses
penyampaian ilmu secara psikis. Sehingga ilmu yang disampaikan diharapkan dapat
diserap dan mengimpresi peserta didik, selain itu pembelajaran tersebut
diharapkan menghasilkan peserta didik yang bermental kuat, kritis dan cakap
dalam menyongsong zaman.
Pendidik
diharapkan up to date dalam Upgrading Model-model pembelajaran,
Inovasi dan daya kreasi guru dalam proses penyampaian ilmu sangat dibutuhkan.
Proses penyampaian yang tak mulus akan mengasilkan ilmu yang hasilnya tak mulus
juga tentunya. Begitu banyak inovasi-inovasi model, stategi dan cara
pembelajaran masa kini yang dapat di temukan, diexplore dan di terapkan.
Selamat mencoba.
[1] Carole Wade
& Carol Travis, Psikologi, Edisi 9 Jilid 1 , Jakarta: Erlangga, tt,
Hlm. 21
[2] PP nomor
19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 20
[3] Dit.Tendik, Pembelajaran
Berbasis PAIKEM (CTL, Pembelajaran Terpadu, Pembelajaran Tematik), Jakarta:
Kemendiknas, 2010
[4]
Prof.Dr.I
Nyoman Sudana Degeng,M.Pd. dilahirkan di Klungkung pada tanggal 23 September 1958. Program
doktor ia selesaikan di UM pada tahun 1988. Jabatan yang pernah diemban adalah
Ketua LP3 UM. Selain aktif menjadi pembicara dalam berbagai seminar dunia
pendidikan, Kini beliau aktif mendalami bidang teknologi pendidikan dan menjadi
dosen di Universitas Negeri Malang (UM).
[5]
Andreas
Soeroso, Sosiologi 2, SMA Kelas XI,
Yudhistira Ghalia Indonesia, Hlm.29
[6] Team pengembangan ilmu pendidikan, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian I: Ilmu Pendidikan Teoretis, Grasindo, tt, Hlm. 58
[8]
Nuril Huda, Paikem
dan Course Design, Makalah disampaikan pada Diklat Profesionalisme Guru,
Juli 2009 di IAIN Antasari Banjarmasin
[9]
Suciati, Teori
Belajar dan Motivasi, PAU Dikti Depdiknas, 2003, Hlm 24
[10]
Purwa Atmaja
Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif baru, Jogjakarta :
Ar-Ruzz Media, 2012, Hlm 325
[11] Raymond J. Wlodkowski, Enhancing
Adult Motivation to Learn: A Comprehensive Guide for Teaching All Adults, John Wiley & Sons, 2011, Hlm. 173
[12] Jacques Delors, International Commission on Education for the Twenty-first Century, Learning: the treasure within: report to UNESCO of the International Commission on Education for the Twenty-first Century, Unesco Pub, 1996
[13]
Clifford, M.
and Wilson, M. (2000). ‘Professional Learning and Student’s Experiences:
Lesson Learned from Implementation’. Educational Brief . No. 2 December 2000.
Texas Collaborative for Teaching Excellence. (2005). REACT Strategy.
[14]
Team
pengembangan ilmu pendidikan, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian II : Ilmu
Pendidikan Praktis, Grasindo, tt, Hlm. 28
[15]
Isjoni Ishaq,
Memajukan Bangsa dengan Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Hlm 83
[16]
Widiantini, Model
Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif.Modul Paket Pembinaan
Penataran.Depdiknas. Yogyakarta, 2006, Hlm 4
[17] Elizabeth Rideout, Transforming Nursing Education Through Problem-Based Learning, Jones & Bartlett Learning, 2006, Hlm. 65
[18] Team
pengembangan ilmu pendidikan, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian II…Hlm.
57
*Makalah ini telah dipresentasikan pada 08 Desember 2012, pada Perkuliahan "Psikologi Pendidikan", PROGRAM PASCASARJANASEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SAMARINDA, Pengampu : Prof. Dr. Hj. Siti Muriah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar