Jumat, 26 Oktober 2012

Idhul Adha, Sebuah Refleski Keseharian


Hari ini, 26 Oktober 2012 atau 10 Dzulhijjah 1433 H, Umat muslim dunia merayakan sebuah hari Agung. Hari yang disebut sebagai Idhul Adha. Layaknya pada Idhul Fitri, pada Idhul Adha Asma Ilahi begitu membahana dikumandangkan, disegala pelosok daerah, kota, desa, Tempat Ibadah, Rumah-rumah bahkan dalam hati kaum mu'min yang melafalkannya.

Jika kita kembali pada Sejarah Idhul Adha, tentu saja tidak akan lepas dari sosok Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail (Alaihimassalaam). 

Ibrahim As. dilanda kegelisahan, dimana beliau takut karena dalam usia yang lebih dari 80an tahun, beliau belum dikaruniai seorang putra. Putra yang diharapkan menjadi penerus dan pembawa risalah Allah pada masa itu. dalam hari-hari nya Ibrahim As. selalu memanjatkan do'a : رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
Robbi hablii minash shoolihiin” [Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh]”. (QS. Ash Shaffaat: 100)

Allah menjawab do'a tersebut. dikarunialah Ibrahim seorang putra, bernama Ismail As. tatkala Ismail beranjak besar. Allah merasa "cemburu", Allah Ingin menguji Ibrahim. Nabi Ibrahim tidur dan bermimpi. Dalam mimpi tersebut, seseorang berkata kepada beliau “Wahai Ibrahim, tepatilah janjimu !”. Setelah terbangun pada pagi hari, berliau berpikir dan mengangan-angan, dan berkata pada dirinya “Apakah mimpi itu dari Allah ataukah dari syetan ?”. Kemudian hari itu dinamakan yaumut tarwiyyah atau hari tarwiyyah[1], karena tarwiyyah dalam bahasa arab artinya berpikir mengingat masa lalu.
Pada malam harinya beliau tidur dan bermimpi seperti mimpi yang pertama. Setelah terbangun pada keesokan hari, beliau mengetahui bahwa mimpi tersebut berasal dari Allah. Dan pada hari itu (tanggal 9 Dzul Hijjah) dinamakan yaumu arofah atau hari arofah[2]. Pada malam harinya beliau pun bermimpi dengan mimpi yang sama seperti sebelumnya. Setelah terbangun pada keesokan hari, beliau baru menyadari bahwa mimpi tersebut adalah perintah untuk menyembelih putra beliau. Kemudian pada hari itu (tanggal 10 Dzul Hijjah) dinamakan yaumun nahr atau hari nahr[3].
Ketika Nabi Ibrahim akan mengajak putranya untuk disembelih, Beliau berkata kepada istri beliau Hajar “Pakaikanlah anakmu dengan pakaian yang bagus, karena sesungguhnya aku akan pergi bersamanya untuk bertamu !”. Hajar pun memberi Nabi Ismail dengan pakaian yang bagus, memberinya wangi-wangian, dan menyisir rambutnya. Kemudian Nabi Ibrahim pergi bersama Nabi Ismail dengan membawa sebuah pisau besar dan tali ke arah tanah Mina.
Setelah sampai di tanah Mina, Nabi Ibrahim berkata kepada putranya, sesuai yang termaktub dalam Al-Qur’an Surat Ash-Shoffat penggalan ayat 102 :
يا بني إني ارى في المنام أني اذبحك فانظر ماذا ترى
Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu.
Maksudnya adalah Nabi Ibrahim meminta pendapat Nabi Ismail, bagaimana pendapat Nabi Ismail menyikapi mimpi tersebut. Mimpi seorang nabi adalah haq dan benar, apakah Nabi Ismail bisa bersabar atau ia meminta maaf sebelum dilaksanakan penyembelihan. Ini merupakan ujian yang diberikan dari Nabi Ibrahim kepada Nabi Ismail, apakah Nabi Ismail bisa taat dan tunduk ataukan sebaliknya. Nabi Ismail pun menjawab sesuai yang termaktub dalam Al-Qur’an Surat Ash-Shoffat penggalan ayat 102 :
يا أبت افعل ما تؤمر ستجدني ان شاء الله من الصابرين
Wahai ayahku, lakukan apa yang diperintahkan kepadamu, Insya’allah engkau akan menemuiku termasuk orang-orang yang sabar
Ketika Nabi Ibrahim mendengarnya, beliau menyadari bahwa Allah telah mengabulkan do’anya, sesuai yang termaktub dalam Surat Ash-Shoffat ayat 100 :
رب هب لي من الصالحين
Ya Tuhanku, anugrahkan kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang sholeh
 Sebuah Refleksi
 Banyak sekali pelajaran yang dapat dipetik dan ditransformasikan dalam kehidupan sehari-hari dari sekelumit sejarah Idhul Adha. dimana Esensi utama adalah Pengorbanan yang tanpa pamrih kepada Allah SWT. Jika kita bermuhasabah pada diri kita, sudahkah kita pernah berqurban (dalam arti umum) dengan benar-benar mencurahkan segala ikhlas kita dijalan Allah?
Berbicara mengenai pengorbanan. dalam keseharian kita sadar atau tidak sadar, langsung atau tidak langsung, kita kerap bersinggungan dengan hal itu. dalam hal profesi misalnya, kita mengorbankan segenap waktu dan fikiran kita guna memenuhi tuntutan, baik profit finansial, profesionalisme working dan memenuhi hajat keluarga. dalam hal dagang (ekonomi) kita tak jarang mengorbankan materi kita sebagai modal, melepaskannya demi berjalannya roda ekonomi kehidupan.
Namun, pernah kah kita berqurban atas nama Allah? rasa-rasanya jarang. rasa-rasanya tak tentu. bahkan kadang tak ingat. kita merasa sibuk diatur dunia, padahal seharusnya, dunialah yang harusnya kita atur, agar tak menggerus areal ke-akheratan. tidak melampaui batas kapling masa depan kita setelah mati.
 Kita lebih sibuk mengejar hal-hal duniawi agar tak lepas dari genggaman. bahkan tak jarang kita memaki Tuhan jika keduniawian tersebut lepas dan hilang dari hadapan kita, atau mungkin ketika begitu susahnya digapai. buta, kita menjadi buta karena dunia. lupa pencipta, lupa berqurban bahkan lupa mengucap syukur.
Patutnya kita malu, Ibrahim As. berpuluh-puluh tahun mengharap, berdo'a dan memohon putra demi kesinambungan ajaran Allah, namun harus mengorbankannya ketiak telah mendapatkannya. patutnya kita menunduk dan menangis, menelaah keiklasan Ismail As. memenuhi dan memperlancar perintah Allah yang diberikan pada Ayahnya, Ibrahim As. Allah Maha Kaya, tidak mungkin dan mustahil baginya tidak membalas apa yang diperbuat umatnya, baik atau buruk, kecil maupun besar.
Idhul Adha mengingatkan kita untuk belajar Iklas dalam berqurban dijalan Tuhan, materi dan keduniaan adalah Allah pengaturnya, hal tersebut hanya kendaraan kita didunia ini. tak ada salahnya menggunakan kendaraan tersebut untuk "membonceng" saudara-saudara kita yang membutuhkan.
Semoga kita termasuk Umat Muhammad yang Sholih, seperti Ibrahim dan Ismail, Selamat Hari Raya Idul Adha 1433 H.
___________________



[1] Tarwiyyah artinya berpikir dan mengangan-angan kejadian masa lalu. Hari itu dinamakan tarwiyyah didasarkan pada Nabi Ibrahim yang berpikir, mengingat-ingat dan mengangan-angan atas nadzar (janji pada diri sendiri) beliau yang terlupakan.
[2] Arofah artinya mengetahui. Hari itu dinamakan arofah didasarkan pada Nabi Ibrahim yang mengetahui bahwa mimpi yang telah dialami beliau adalah wahyu. Hari arofah juga didasarkan pada nama tempat di mekkah yaitu arofah, dimana pada hari itu dilaksanakan wuquf di tanah arofah bagi para pelaksana ibadah haji.
[3] Nahr artinya menyembelih. Hari itu dinamakan nahr didasarkan pada perintah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail. Dan setiap tanggal 10 Dzul Hijjah dilaksanakan qurban yaitu penyembelihan binatang ternak seperti kambing, sapi, kerbau, dan unta. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar