Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Setiap kegiatan atau aktivitas yang disengaja secara sadar untuk mencapai
suatu tujuan harus mempunyai dasar atau landasan tempat berpijak yang kokoh dan
kuat. Dasar adalah pangkal atau titik tolak suatu aktivitas. Di dalam
menetapkan dasar suatu aktivitas manusia selalu berpedoman kepada pandangan
hidup dan hukum-hukum dasar yang dianutnya, karena hal ini yang akan menjadi
pegangan dasar di dalam kehidupannya. Apabila pandangan hidup dan hukum dasar
yang dianut manusia berbeda, maka berbeda pulalah dasar dan tujuan hidupnya[1].
Dasar adalah merupakan landasan tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar
sesuatu tersebut tegak kokoh berdiri. dasar suatu bangunan yaitu fondamen yang
menjadi landasan bangunan tersebut agar bangunan itu tegak dan kokoh berdiri.
demikian juga dasar pendidikan islam yaitu fondamen yang menjadi landasan atau
asas agar pendidikan islam dapat tegak berdiri tidak mudah roboh karena tiupan
angin kencang berupa ideologi yang muncul baik sekarang maupun yang akan
datang. dengan adanya dasar ini maka pendidikan islam akan tegak berdiri dan
tidak mudah diombang-ambingkan oleh pengaruh luar yang mau merobohkan ataupun
mempengaruhinya[2].
Islam merupakan agama universal yang
diwahyukan oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada manusia
diseluruh muka bumi ini sebagai jalan keselamatan dunia dan akhirat kelak.
Untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan tersebut diperlukan adanya suatu
usaha, yang merupakan kewajiban bagi manusia dan sebagai pelaksanaannya manusia
harus berpedoman pada tata aturan yang telah ditentukan oleh Allah SWT, karena
dalam melakukan suatu perubahan ke arah yang lebih baik, manusia sendiri yang
melakukannya.
Pendidikan adalah suatu usaha sekaligus
proses mencapai perubahan dan perbaikan dalam mencapai kebahagiaan hidup yang
dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan dari sejak lahir sehingga
akhir hayat. Oleh karena tugas yang cukup berat dan mulia itu maka diperlukan
suatu landasan, dasar atau fondasi tempat berpijak sehingga apa yang menjadi
tujuan pendidikan tidak menyimpang dan pindah jalur, akan tetapi menjadi jelas.
Disatu sisi, Pendidikan Islam
merupakan hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan umat Islam.
Pendiddikan merupakan unsur terpenting bagi manusia untuk
meningkatkan kadar keimanannya terhadap Allah SWT, karena orang semakin banyak
mengerti tentang dasar-dasar Ilmu pendidikan Islam maka kemungkinan besar
mereka akan lebih tahu dan lebih mengerti akan terciptanya seorang hamba yang
yang beriman. Manusia hidup dalam dunia ini tanpa mengenal tentang dasar-dasar
Ilmu pendidikan Islam, maka jelas bagi mereka sulit untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT, apa lagi menjadi hamba yang beriman.
Pendidikan
Islam merupakan sebuah sistem yang berusaha mengembangkan dan mendidik segala
aspek pribadi manusia dengan segala kemampuannya. Termasuklah kedalamnya
pengembangan segala segi kehidupan manusia/masyarakat misalnya sosial budaya,
ekonomi dan politik; serta bersedia menyelesaikan problema masyarakat masa kini
dalam menghadapi tuntutan-tuntutan masa depan dan memilihara sejarah dan
kebudayaannya[3].
Pendidikan Islam sendiri telah diakui sebagai salah satu
bidang studi atau kajian dalam Islam. Ha ini terbukti dari adanya Fakultas yang
secara khusus membidani Ilmu Pendidikan Islam. Yaitu Fakultas Tarbiyah pada
STAIN, IAIN dan UIN dan Perguruan Tinggi Islam Swasta Lainnya. Pertumbuhan dan
perkembangannya ditandai dengan adanya
disiplin ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti Fiqih, Ilmu Kalam, Tafsir, Ilmu
Hadist dsb.
Dalam kaitannya pernyataan diatas dapat diberikan definisi
bahwa kita perlu mempelajari suatu hal yang lebih dalam tentang Islam. Namun
banyak orang yang belum mengerti apa saja yang menjadi dasar-dasar Ilmu
pendidikan Islam. Setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang di sengaja untuk
mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan
kuat. Oleh karena itu pendidikan agama Islam sebagai suatu usaha membentuk
manusia, harus mempunyai landasan bagi semua kegiatan didalamya.
Menurut Zakiyah Darajat “Landasan pendidikan Islam adalah
Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijtihad[4]
Karena itu pendidikan yang memiliki permasalahan yang befitu kompleks dan
memiliki proses yang panjang, hendaklah dia melepaskan landasannya baik
idealnya maupun operasionalnya.
Untuk lebih Jelasnya, makalah ini akan menerangkan perihal “Dasar-Dasar
Pendidikan Islam”. Yang
spesifiknya penjelasan ini akan mengarah pada Dasar Ideal Pendidikan Islam atau
bisa disebut Dasar Pokok Pendidikan Islam, sedangkan dasar operasionlnya aka
dijelaskan oleh Pemakalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua amin.
B.
Rumusan Masalah
Dari uraian diatas , kami mencoba memahami berbagai masalah
sebagai berikut:
1. Apa pengertian dasar
pendidikan Islam ?
2. Apa dasar-dasar pendidikan
Islam ?
C. Signifikansi
Pembahasan
Yang menjadi tujuan dan kegunaan yang diharapkan pembahas dari adanya
pembahasan kali ini adalah :
1.
Tujuan Pembahasan
1.1
Mengetahui Pengertian dari Dasar Pendidikan Islam
1.2
Mengetahui
Dasar-dasar Pendidikan Islam
2.
Kegunaan Pembahasan
Hasil pembahasn ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi:
2.1
Pembahasan ini diharapkan dapat menjadi Pembelajaran penulisan karya
ilmiah dalam upaya mengembangkan kompetensi
Pembahas.
2.2
Guna memenuhi salah satu syarat dalam Landasan
Pendidikan Dan Pembelajaran, Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Samarinda
2.3
Sebagai sebuah khazanah untuk memperkaya
Kekayaan Keilmuan, Khususnya dunia Pendidikan Agama Islam.
D. Langkah-langakh
Pembahasan
Makalah ini terdiri dari empat bab yang
diawali dengan pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang masalah, yakni
uraian tentang alasan persoalan ini perlu diangkat dan disajikan sebagai bahan
studi kajian. Selanjutnya dijelaskan pula rumusan signifikansi dan langakah
pembahasan.
Pada bab II Berisi Kajian Pustaka yang
mengetengahkan tentang Pengertian dasar-dasar Pendidikan Islam dan Menerangkan
Dasar-dasar Pendidikan Islam
Pada bab III berupa Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB
II
Pembahasan
1. Pengertian Dasar Pendidikan Islam
Dasar
mesti ada dalam suatu bangunan. Tanpa dasar, bangunan itu tidak akan ada. Pada
pohon, dasar adalah akarnya. Tanpa akar, pohon itu mati; dan ketika sudah mati,
bukan pohon lagi namanya, melainkan kayu. Maka tak ada akar, pohon pun tak ada.
Dasar (Arab: Asas; Inggris: Foudation;
Perancis: Fondement; Laitn: Fundamentum) secara bahasa
berarti alas, fundamen, pondasi pokok atau pangkal segala sesuatu ( pendapat,
ajaran, aturan)[5].
Dasar megandung pengertian sebagai
berikut:
Pertama, sumber dan sebab adanya sesuatu. Umpamanya,
alam rasional adalah dasar alam inderawi. Artinya, alam rasional merupakan
sumber dan sebab adanya alam inderawi.
Kedua,
proposisi paling umum dan makna paling luas yang dijadikan sumber pengetahuan,
ajaran atau hukum. Dasar adalah
merupakan landasan tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar sesuatu tersebut
tegak kokoh berdiri. dasar suatu bangunan yaitu fondamen yang menjadi landasan
bangunan tersebut agar bangunan itu tegak dan kokoh berdiri. demikian juga
dasar pendidikan islam yaitu fondamen yang menjadi landasan atau asas agar
pendidikan islam dapat tegak berdiri tidak mudah roboh karena tiupan angin
kencang berupa ideologi yang muncul baik sekarang maupun yang akan datang.
dengan adanya dasar ini maka pendidikan islam akan tegak berdiri dan tidak
mudah diombang-ambingkan oleh pengaruh luar yang mau merobohkan ataupun
mempengaruhinya[6].
Pengertian pendidikan dengan seluruh
totalitasnya dalam konteks Islam inheren dengan konotasi istilah “tarbiyah,
ta’lim, dan ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah
ini mengandung makna yang mendalam menyangkut manusia dan masyarakat serta
lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain.
Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam:
informal, formal dan non formal.
Hasan
Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi
muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang
diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya
di akhirat.
Dari
berbagai literatur terdapat berbagi macam pengertian pendidikan Islam. Menurut
Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup
dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna
budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi, perasaannya halus,
profesiaonal dalam bekerja dan manis tutur sapanya. Ahmad D. Marimba memberikan
pengertian bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani
berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama
menurut ukuran-ukuran Islam. Sedangkan menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas,
pendidikan adalah suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu
kepada metode dan sistem penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima
proses dan kandungan pendidikan tersebut[7].
Dengan demikian, dasar pendidikan
Islam berarti landasan yang digunakan dalam melakukan proses pendewasaan anak
didik; baik pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotoriknya sesuai dengan
ajaran Al-Qur’an dan Hadis. Dasar
pendidikan islam tentu saja didasarkan kepada falsafah hidup umat islam dan tidak
didasarkan kepada falsafah hidup suatu negara, sistem pendidikan islam tersebut
dapat dilaksanakan dimana saja dan kapan saja tanpa dibatasi oleh ruang dan
waktu[8].
Dasar ilmu pendidikan Islam dengan
segala ajarannya. Ajaran itu bersumber dari al-Qur`an, sunnah Rasulullah saw,
(selanjutnya disebut Sunnah), dan ra`yu (hasi pikir manusia). Tiga
sumber ini harus digunakan secara hirarkis. Al-Qur`an harus didahulukan. Apabila
suatu ajaran atau penjelasan tidak ditemukan di dalam al-Qur`an, maka harus
dicari di dalam sunnah, apabila tidak ditemukan juga dalam sunnah, barulah
digunakan ra`yu. Sunnah tidak bertentangan dengan al-Qur`an , dan ra`yu tidak
boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan sunnah.
2. Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Ada
tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam yaitu at-tarbiyah,
al-ta’lim dan at-ta’dib. Umumnya, istilah pendikan Islam banyak
menggunakan at Tarbiyah. Padahal menurut Naquib Al Attas, pengertian ta’dib
lebih tepat dipakai untuk pendidikan Islam daripada ta’lim atau tarbiyah.
Ta’dib merupakan
mashdar dari addaba yang secara konsisten bermakna mendidik.
Ada tiga derivasi dari kata addaba, yakni adiib, ta’dib, muaddib.
Seorang guru yang mengajarkan etika dan kepribadian disebut juga mu’addib.
Setidaknya. Seorang pendidik (muaddib), adalah orang yang mengajarkan
etika, kesopanan, pengembangan diri atau suatu ilmu agar anak didiknya
terhindar dari kesalahan ilmu, menjadi manusia yang sempurna (insan kamil)
sebagaimana dicontohkan dalam pribadi Rasulullah SAW. Cara mendidiknya perlu
dengan menggunakan cara-cara yang benar sesuai kaidah. Karena itu ta’dib berbeda
dengan mengajarkan biasa sebagai mana umumnya mengajarkan siswa di sekolah yang
hanya dominan mengejar akademis dan nilai.
Berbicara tentang dasar ilmu pendidikan Islam berarti juga
berbicara tentang kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Karena semua aspek
kehidupan yang terkandung di dalam ajaran Islam berasaskan kepada kedua sumber
pokok, yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Kedua dasar ini kemudian dikembangkan sesuai
dengan pemahaman para ulama, baik dalam bentuk qiyas syar’i, ijma yang diakui,
ijtihad, dan tafsir yang benar dalam bentuk hasil pemikiran yang menyeluruh dan
terpadu; tentang jagat raya, manusia, masyarakat dan bangsa, pengetahuan
kemanusiaan, dan akhlak dengan merujuk kepada sumber asal (Al-Qur’an dan Hadis)
sebagai sumber utama.6
Alasan bahwa pendidikan Islam bersumber pada Al-Qur’an dan
Hadis adalah berdasarkan firman Allah:
Artinya: “...Barang
siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang kafir.” (QS. al-Maaidah: 44)
Artinya: “...Dan
barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia akan
bahagia sebenar-benar bahagia.” (QS. Al-Ahzab: 71)
Ayat pertama tegas mengatakan bahwa dasar hukum yang dapat
dijadikan sebagai sumber rujukan dalam mengambil segala kebijakan, termasuk
bidang pendidikan adalah Al-Qur’an. Sementara ayat kedua menjelaskan bahwa
percaya dan mematuhi Allah tidaklah cukup tanpa beriman dan mematuhi Rasul-Nya
sebagai penjelas dari segala ajaran yang diwahyukan Allah. Oleh karena itu,
apabila seseorang mematuhi Allah dan Sunah Rasul-Nya, maka ia akan memperoleh
kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.
Disini Pemakalah membedakan menjadi 2 dimensi Dasar yang
melandasi Pendidikan Islam, yakni : Dasar Ideal dan Dasar Operasional
2.1
Dasar Ideal
Said Ismail Ali, sebagaimana dikutip oleh Hasan Langgulung
menyebutkan bahwa dasar ideal pendidikan Islam terdiri dari : Al-Qur’an, Hadis,
kata-kata sahabat, Ijtihad, kebiasaan masyarakat, serta hasil pemikiran para
intelektual muslim[9].
·
Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah Kalam
Allah SWT, yang diturunkan kepada Muhammad SAW. Dalam bahasa arab yang terang
guna menjelaskan jalan hidup yang bermaslahat bagi umat manusia di dunia dan di
akhirat. Terjemahan Al-Qur’an ke bahasa lain dan tafsirnya bukanlah Al-Qur’an,
dan karenanya bukan nasb yang qatb’I dan sah untuk di jadikan rujukan
dalam menarik kesimpulan ajarannya.
Al-Qur’an menyatakan
dirinya sebagai kitab petunjuk. Allah menjelaskan hal ini di dalam firman-Nya:
Sesungguhnya
Al-Qur’an ini memberikan petunjuk ke (jalan) yang lebih lurus dan memberikan
kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi
mereka ada pahala yang besar. (Q.S. Al-Isra/ 17:9)
Ayat-ayat semacam ini
menegaskan bahwa tujuan Al-Qur’an adalah memberikan petunjuk kepada umat
manusia. Tujuan ini hanya akan tercapai dengan memperbaiki hati dan akal
manusia dengan akidah-akidah yang benar dan akhlak yang mulia serta mengarahkan
tingkat laku mereka kepada perbuatan yang baik.
Atas dasar ini, sebagai
mana dikemukakan ‘Ali Hasballah, setiap pembahasan tetang Al-Qur’an yang
bertujuan mencapai tujuan Al-Quran tersebut merupakan pembahasan yang
proposional, dibutukkan, dan berdasar pada dalil syar’i. pembahasan yang tidak
bertujuan demikian tidak akan mendapat legitimasi dari dalil syar’i.
Petunjuk Al-Qur’an,
sebagaimana di kemukakan Mahmud Syaltut, dapat dikelompokan menjadi tiga pokok
yang di sebutnya sebagai maksud-maksud Al-Qur’an[10],
yaitu:
1. Petujuk
tentang akidah dan kepercayan yang harus dianut oleh manusia dan tersimpul
dalam keimanan akan Keesaan Tuhan serta kepercayaan akan kepastian adanya hari
pembalasan.
2. Petunjuk
mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan
susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupan, baik individual maupun
kolektif.
3. Petunjuk
mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang
harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya.
Dalam menyajikan
maksud-maksud tersebut, Al-Qur’an menggunakan metode-metode sebagai berikut:
1. Mengajak
manusia untuk memperhatikan dan mengkaji segala ciptaan Allah sehingga
mengetahui rahasia-rahasia-Nya yang terdapat di dalam semesta.
2. Menceritakan
umat terdahulu, baik individu maupun kelompok, baik orang-orang yang
mengerjakan kebaikan maupu orang-orang yang mengadakan kerusakan, sehingga dari
kisah ini manusia dapat mengambil pelajaran tentang hukum sosial yang di
berlakukan Allah terhadap mereka.
3. Menghidupkan
kepekaan batin manusia yang mendorongnya untuk bertanya dan berpikir tentang
awal dan materi kejadiannya, kehidupannya, dan kesudahannya, sehingga insyaf
akan Tuhan yang menciptakan segala kekuatan.
4. Memberi
kabar gembira dan janji serta peringatan dan ancaman.
Sistematika yang di
gunakan Al-Qur’an dalam menyajikan kandungannya tidak sama dengan yang
digunakan dalam penyususnan buku-buku ilmiah. Dalam buku-buku ilmiah satu
masalah dibahas dengan satu metode tertentu serta dibagi menjadi bab-bab dean
pasal-pasal. Metode ini tidak terdapat dalam Al-Qur’an yang menerangkan banyak
persoalan induk secara silih berganti. Persoalan akidah kadang-kadang
bergandengan dengan persoalan hukum diterangkan, tiba-tiba muncul persoalan
lain yang sepintas tampak tidak saling berhubungan.
Al-Qur’an, dalam
penegasan Allah dan keyakinan kaum muslimin, merupakan sumber pertama
ajaran-ajaran dasar Islam. Sebagai ajaran yang datang dari Allah Yang Maha
Besar, kebenarannya bersifat mutlak dan kekal. Oleh sebab itu, sikap keagamaan
orang mukmin terhadap Al-Qur’an adalah memahami kebenaran pernyataannya dengan
bertitik tolak dari keyakinan; bukan memandangnya sebagai bahan baku teori,
hipotensi, atau asumsi ilmiah yang memerlukan pembuktian dengan bertitik
tolakdari keraguan. Umpamanya, di dalam Al-Qur’an terdapat firman Allah yang
menyatakan sebagai berikut:
… dan dirikanlah
shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan)keji dan
mungkar…(Q.S. al-Ankabut/29:45)
Pernyataan tersebut
menunjukan kepada hubungan kausalitas antara salat dan tercegahnya tidak
kekejian dan kemungkaran. Apabila pernyataan itu dipahami dengan logika ilmiah,
maka kebenarannya akan bersifat sementara sebelum terbukti secara empiris.
Apabila pendidikan muslim berfikir demikian, maka dalam mendidik anak-anak agar
tidak melakukan tindak kekejian dan kemungkaran ia tidak akan bersandar kepada
pendidikan shalat, bahkan mungkin ia akan membiarkan anak-anak tidak
melaksanakannya sampai kebenaran pernyataan di atas terbukti. Dengan demikian,
ia siap melanggar kewajiban yang di sampaikan Nabi saw, sebagai berikut:
Suruhlah
anak-anak kamu melaksanakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun; dan
pukullah mereka karena meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh tahun,
serta pisahkanlah tempat tidur mereka (H.R. Abu Dawud)
Al-Qur’an bukan kitab
teori ilmu. Meskipun demikian, antara keduanya terdapat hubungan yang sangat
erat. Hubungan itu terlihat pada pilihan moral: obyek apa yang akan diteliti
dan untuk apa pengetahuan yang dihasilkan diterapkan. Disamping itu, sebagai
mana di kemukakan M.Quraisy Shihab, hubungan antara Al-Quran dan ilmu tidak
dilihat dari adakah suatu teori tercantum di dalam Al-Qur’an, tetapi dari
adakah jiwa ayat-ayatnya menghalangi kemajuan ilmu atau sebaliknya, serta
adakah satu ayat Al-Qur’an yang bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang
telah mapan. Kemajuan ilmu tidak hanya di nilai dengan apa yang dipersembahkan
kepada masyarakat, tetapi juga diukur dengan terciptanya suatu iklim yang dapat
mendorong kemajuan ilmu itu. Al-Qur’an telah menciptakan iklim tersebut dengan
menjadikan ilmu sebagai bentuk kesadaran muslim yang amat sentral, yang
menengahi antara iman dan amal. Dalam hal ini, para ulama sering mengemukakan
perintah Allah SWT., langsung maupun tidak langsung, kepada manusia untuk
berpikir, merenung, menalar, dan sebagainya. Banyak sekali seruan dalam
Al-Qur’an kepada manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran dikaitkan dengan
peringatan, gugatan, atau perintah supaya ia berpikir, merenung, dan menalar.
Umpamanya, terdapat firman Allah yang menganjurkan untuk menggunakan akal pikiran
dalam mencapai hasil:
Katakanlah (hai
Muhammad): “sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu satu hal saja,
yaitu berdirilah karena Allah berdua-dua atau bersendiri-sendiri, kemudian
berpikirlah.” (Q.S. Saba’ / 34:46)
Firman Allah yang
menekankan betapa besar nilai ilmu pengetahuan dan kedudukan cendekiawan dalam
masyarakat:
Tanyakanlah hai
Muhammad: “Adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dan mereka yang tidak
mengetahui?” (Q.S. Al-Zuma r/ 39:9)
Firman Allah yang
mengeritik pedas orang-orang yang berbicara atau membantah suatu persoalan
tanpa data obyektif dan ilmiah yang berkaitan dengan persoalan tersebut:
Inilah kamu
(wahai Abi Al-kitab), kamu ini membantah tentang hal-hal yang kamu ketahui,
maka mengapakah membantah pula dalam hal-hal yang kalian tidak ketahui? Allah
mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.
(Q.S. Ali’Imran / 3:66)
Hubungan antar
Al-Qur’an dan ilmu pendidikan Islam tampak terbatas pada segi-segi dikemukakan
di atas. Namun, ini tidak berarti bahwa Al-Qur’an tidak mempunyai hubungan yang
luas dengan pendidikan. Dalam kaitan ini, Ahmad Ibrahim Muhanna mengatakan
bahwa Al-Qur’an membahas berbagai aspek kehidupan manusia, dan pendidikan
merupakan terpenting yang dibahasnya. Setiap ayatnya merupakan bahan baku bangunan
pendidikan yang dibutuhkan setiap manusia. Hal ini tidak aneh mengingat
Al-Qur’an merupakan Kitab Hidayah; dan seseorang memperoleh hidayah tidak lain
karena pendidikan yang benar serta ketaatannya. Meskipun demikian, hubungan
ayat-ayatnya dengan pendidikan tidak semuanya sama. Ada yang merupakan bagian
pondasional dan ada yang merupakan bagian parsial. Dengan perkataan lain,
hubungannya dengan pendidikan ada yang langsung dan tidak ada yang tidak
langsung.
·
Sunnah
Al-Qur’an disampaikan
oleh Rasulullah saw. kepada umat manusia dengan penuh amanat; tidak sedikit pun
ditambah ataupun dikurangi. Selanjutnya, manusialah yang hendaknya berusaha
memahaminya, menerimanya, kemudian mengamalkannya.
Seringkali manusia
menemui kesulitan dalam memahaminya, dan ini dialami oleh para shahabat sebagai
generasi pertama penerima Al-Qur’an. Karenanya, mereka meminta penjelasan
kepada Rasulullah saw. yang memang diberi otoritas untuk itu.
Setelah Al-Qur’an,
pendidikan Islam menjadikan Sunnah Rasulullah SAWsebagai dasar dan sumber
kurikulumnya. Secara harfiah, Sunnah berarti jalan, metode dan program.
Sedangkan secara istilah, sunah adalah sejumlah perkara yangdijelaskan melalui
sanad yang sahih, baik itu berupa perkataan, perbuatan, peninggalan,
sifat, pengakuan, larangan, hal yang disukai, dan dibenci, peperangan,tindak
tanduk dan seluruh aktivitas kehidupan Nabi SAW.
Pada hakikatnya,keberadaan Sunnah ditujukan
untuk mewujudkan dua sasaran, yaitu:
1. Menjelaskan apa yang terdapat dalam Al-Qur’an. Tujuan ini diisyaratkan
Allahdalam
firman-Nya: Artinya: “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkannya.” (QS. Al-Nahl: 44)
2. Menjelaskan syariat
dan pola perilaku, sebagaimana ditegaskan dalam firmanAllah:
Artinya:
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorangRasul di antara m
kepada mereka ayat-ayat-Nya (Al-Qur’an), menyucikan mereka, dan mengajarkan
kepada mereka kitab danhikmah.” (QS. Al-Jumu’ah:2)
Dalam dunia
pendidikan Sunnah mempunyai dua manfaat pokok[11]
:
Pertama, Sunnah mampu menjelaskan konsep
dan kesempurnaan pendidikan
Islam sesuai dengan konsep Al-Qur’an serta lebih memerinci penjelasan
dalam Al-Qur’an.
Kedua, Sunnah dapat menjadi contoh yang tepat dalam penentuan metode pendidikan.
Misalnya, kita dapat menjadikan kehidupan Rasulullah
SAW dengan para sahabat maupun anak-anaknya sebagai sarana penanaman
keimanan. Rasulullah adalah sosok pendidik yang agung dan pemilik metode pendidikan yang unik. Beliau sangat
memperhatikan manusia sesuaidengan
kebutuhan, karakteristik dan kemampuan akalnya, terutama jika beliau berbicara
dengan anak-anak.
·
Perkataan
Para Sahabat (Qaul al-Shahabah)
Pada masa Khulafa’
al-Rasyidin, sumber pendidikan dalam Islam sudah mengalami perkembangan. Selain
Al-Qur’an dan Sunnah juga perkataan, sikap, dan perbuatan para sahabat.
Perkataan mereka dapat dipegangi karena Allah sendiri dalamAl-Qur’an memberi
pernyataan:
Artinya: “Orang-orang yang terdahulu
lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan
Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada
mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menjadikan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Itulahkemenangan yang besar.” (QS.
Al-Taubah: 100)
Di antara perkataan
sahabat yang dapat dijadikan sebagai dasar pendidikanIslam adalah sebagai
berikut:
1. Perkataan
Abu Bakar setelah dibai’at menjadi khalifah, ia mengucapkan pidato sebagai
berikut: “Hai manusia saya telah diangkat untuk mengendalikanurusanmu,
padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antara kamu. Jika akumenjalankan
tugasku dengan baik, ikutilah aku. Tapi jika aku berbuat
salah, betulkanlah aku, orang yang kamu pandang kuat, aku pandang lemah
sehingga aku dapat mengambil hak darinya, sedangkan orang yang kamu pandang
lemah,aku pandang kuat sehingga aku dapat mengembalikan haknya. Hendaklah kamu taat
kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi jika aku
tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya, kamu tidak perlu taat kepadaku.”
Menurut pandangan Nazmi Luqa, ungkapan Abu Bakar ini mengandung arti
bahwamanusia harus mempunyai prinsip yang sama di hadapan Khaliknya. Selama
baik dan lurus, ia harus diikuti, tetapi sebaliknya jika ia tidak baik dan
lurus, manusia harus bertanggung jawab memutuskannya.
2. Umar bin Khattab terkenal dengan sifat jujur, adil,
dan cakap serta berjiwademokratis yang dapat dijadikan panutan
masyarakat. Sifat-sifat Umar disaksikan dan dirasakan sendiri oleh masyarakat
pada masa itu. Sifat-sifat seperti ini sangat perlu dimiliki oleh
seseorang pendidik karena di dalamnya terkandung nilai-nilai paedagogis
yang tinggi dan teladan yang baik yang harus ditiru.
·
Ijtihad
Setelah jatuhnya kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
berakhirlah masa pemerintahan Khulafa’ al-Rasyidin dan digantikan oleh
Dinasti Umayyah. Pada masaini Islam telah meluas sampai ke Afrika Utara bahkan
ke Spanyol. Perluasan daerah kekuasaan ini di ikuti oleh ulama dan guru atau
pendidik. Akibatnya terjadi pula perluasan pusat-pusat pendidikan yang
tersebar di kota-kota besar.
Karena Al-Qur’an dan
Hadis banyak mengandung arti umum, maka para ahli hukum Islam, menggunakan
ijtihad untuk menetapkan hukum tersebut. Ijtihad ini terasa sekali kebutuhannya
setelah wafatnya Nabi SAW dan beranjaknya Islam mulai ke luar tanah Arab.
Para fuqaha
mengartikan ijtihad dengan berfikir menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh
ilmuan syari’ah Islam, dalam hal-hal yang belum ditegaskan hukumnya oleh
Al-Qur’an dan Hadis dengan syarat-syarat tertentu. Ijtihad dapat dilakukan
dengan Ijma’, Qiyas, Istihsan, dan lain-lain.
Ijtihad di bidang
pendidikan ternyata semakin perlu sebab ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an
dan Hadis bersifat pokok-pokok dan prinsipnya saja. Bila ternyata ada yang agak
terinci, maka rinciannya itu merupakan contoh Islam dalam menerapkan prinsip
itu. Sejak diturunkan ajaran Islam sampai wafatnya Nabi Muhammad SAW, Islam
telah tumbuh dan berkembang melalui ijtihad yang dituntutoleh perubahan situasi
dan kondisi sosial yang tumbuh dan berkembang pula.
·
Adat Kemasyarakatan
Masyarakat mempunyai
andil yang sangat besar terhadap pendidikan anak-anak. Masyarakat merupakan
penyuruh kebaikan dan pelarang kemungkaran, danmasyarakat pun dapat melakukan
pembinaan melalui pengisolasian, pemboikotan, pemutus hubungan
kemasyarakatan. Atas izin Allah, Rasulullah SAW menjadikan masyarakat sebagai
sarana membina umat Islam yang tidak mau terlibat dalam peperangan. Beliau
menyuruh para sahabat untuk memutuskan hubungan dengan beberapa orang
(tiga orang) yang tidak mau terlibat dalam kegiatan keprajuritan.Pembinaan
melalui tekanan masyarakat yang tujuannya jelas untuk kebaikan,merupakan sarana
yang paling efektif.
Pendidikan kemasyarakatan
dapat dilakukan melalui kerja sama yang utuhkarena bagaimanapun masyarakat
muslim adalah masyarakat yang satu padu, atau dengan kata lain pendidikan
kemasyarakatan bertumpu pada landasan afeksikemasyarakatan, khususnya rasa
saling mencintai.
·
Hasil Pemikiran Para Intelektual Muslim
Hasil pemikirian para
intelektual muslim tentu pada kekinian dapat dijadikan acuan dan dasar dalam
pendidikan Islam, tawaran konsep dari para Intelektual tentu bukanlah sembarang
konsep tanpa ada dasar. Konsep-konsep yang mereka tawarkan umumnya merupakan pengembangan
dari dasar-dasar ideal sebelumnya. Yang diramu dan dikorelasikan dengan keadaan
zaman ini. Sehingga pendidikan tidak hanya berdiri dalam satu masa, namun
mengiringi masa dan waktu dan mewarnainya. Dalam bahasa lain, Pendidikan
bersifat elastis mengikuti perkembangan zaman.
2.2 Dasar Operasional
Dasar operasional
adalah dasar yang mengatur secara langsung pelaksanaan pendidikan agama di
sekolah-sekolah. Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 pendidikan agama mulai
dimasukkan kedalam sekolah di Indonesia[12].
Dasar-dasar operasional jugamempunyai bermacam-macam bentuk yang akan diuraikan
sebagai berikut:
·
Dasar
Historis
Sejarah dianggap
sebagai salah satu faktor budaya yang paling penting yangtelah dan tetap
mempengaruhi filsafat pendidikan, baik dalam tujuan maupunsistemnya pada
masyarakat manapun juga. Kepribadian nasional, misalnya yangmenjadi dasar
filsafat pendidikan di berbagai masyarakat haruslah berlaku jauh kemasa lampau,
walaupun sistem-sistemnya adalah hasil dari pemerintahanrevolusioner, yang
didirikannya dengan sengaja untuk mengembangkan danmemperbaiki pola-pola
warisan budaya dari umat dan rakyat.
Kandell sebagaimana
dikutip Hasan Langgulung, berkata, bahwa pendidikan perbandingan (yang
menitikberatkan pada identitas nasional dalam sistem pendidikan) dan sejarah
pendidikan: “Berusaha menyingkap kekuatan-kekuatan dan faktor-faktor yang
berdiri di belakang sistem-sistem pendidikan di setiap masyarakat.” Oleh sebab
itu: “Dapatlah dianggap pendidikan perbandingan itu sebagai kelanjutan
sejarah pendidikan sampai hari ini.”
·
Dasar Sosial
Banyak aspek sosial
yang mempengaruhi pendidikan, baik dari segi konsep,teori, dan pelaksanaannya.
Dimensi-dimensi sosial yang biasanya tercakup dalam aspek sosial ini adalah
fungsi-fungsi sosial yang dimainkan oleh pendidikan[13] seperti pewarisan
budaya yang dominan pada kawasan-kawasan tertentu di suatu
lembaga pendidikan, seperti sekolah, Dalam usaha kita untuk menganalisa
masalah pendidikan dari segi sosial kita dapat mengajukan soal-soal kepada
empat aspek sosial pendidikan itu sekaligus atau kita pusatkan pada salah
satu aspek saja tetapi tidak mengabaikan aspek-aspek yang lain,misalnya sejauh mana
penerapan nilai-nilai Islam itu berkesan dalam menumbuhkan sifat-sifat
keberanian, patriotisme, kejujuran, dan lain-lain memperkuat pertahanan masyarakat.
·
Dasar Ekonomi
Ekonomi dan pendidikan
selalu bergandengan sejak zaman dahulu kala. Ahli-ahli ekonomi sejak dahulu,
begitu pula pencipta-pencipta sains telah mengakui pentingnya peranan yang
dimainkan oleh pendidikan dalam pertumbuhan pengetahuan manusia belakangan
ini upaya perkembangan ekonomi. Namun baru belakangan ini suatu disiplin ilmu
yang khusus untuk itu diciptakan.
Dalam bidang ekonomi,
yang sangat releven dengan pendidikan biasanyaadalah hal-hal yang berkenaan
dengan investmen dan hasilnya. Artinya kalau modal ditanam sekian, berapa
banyak nanti keuntungan yang diharapkan dari itu. Jika dalam pendidikan Islam
telah meletakkan dasar-dasar yang menjadi tapak tempat berdirinya
pendidikan Islam itu, maka juga dalam ekonomi Islam
telahmeletakkan dasar-dasar pokok tempat ekonomi Islam itu berdiri.
·
Dasar
Politik dan Administrasi
Membicarakan soal
politik dan administrasi dalam pendidikan sama halnyamembicarakan soal
ideologi. Sebab tujuan politik adalah mencapai tujuan ideologi didalam negara
dan masyarakat. Dengan kata lain, setiap politik memperjuangkan suatuideologi
tertentu untuk dilaksanakan di masyarakat. Sedangkan administrasi adalahsalah
satu alat, mungkin alat yang paling ampuh untuk mencapai tujuan
politik tersebut.
Sepanjang sejarah Islam
antara politik, administrasi, dan ideologi selalu sejalan dansaling membantu
satu sama lain menuju tujuan bersama. Sudah tentu dalam perjalanannya
selama 14 abad itu banyak masalah yang dilaluinya dan sempatdiselesaikannya dan
ada yang tidak dapat diselesaikannya.
·
Dasar
Psikologis
Seperti yang kita
ketahui bahwa salah satu fungsi pendidikan adalah pemindahan nilai-nilai,
ilmu dan keterampilan dari generasi tua ke generasi mudauntuk melanjutkan dan
memelihara identitas masyarakat tersebut. Dalam pemindahannilai-nilai, ilmu,
dan keterampilan inilah psikologi memegang peranan yang sangat penting.
Istilah pemindahan yang
digunakan para penulis lain, melibatkan dua aspek dalam psikologi yang
dapat perhatian besar dan mendorong begitu banyak penyelidikan.
Kedua aspek itu adalah mengajar (teaching) dan belajar (learning).Dahulu orang beranggapan
bahwa sebenarnya ada satu aspek saja yaitu mengajar.Belakangan ini
kajian-kajian psikologi menunjukkan bahwa sebenarnya belajarlah yang lebih
penting. Mengajar hanyalah salah satu cara memantapkan proses belajar itu.
Jadi, hubungan
psikologi dengan pendidikan adalah bagaimana budaya,keterampilan, dan
nilai-nilai masyarakat dipindahkan, dalam istilah psikologinya dipelajari
(learned), dari generasi tua ke generasi muda supaya identitas masyarakat terpelihara[14].
·
Dasar
Filosofis
Filsafat pendidikan
merupakan titik permulaan dalam proses pendidikan, jugamenjadi tulang punggung
kemana bagian-bagian yang laindalam pendidikan itu bergantung dari segi
tujuan-tujuan pendidikan, kurikulum, metode mengajar, penilaian,
administrasi, alat-alat mengajar, dan lain-lain lagi aspek pendidikan
yangbergantung pada filsafat pendidikan yang memberinya arah, menunjuk jalan
yangakan dilaluinya dan meletakkan dasar-dasar dan prinsip-prinsip tempat
tegaknya.
Dasar dan tujuan
filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya identik dengandasar dan tujuan ajaran
Islam, atau tepatnya tujuan Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari
sumber yang sama, yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Dari kedua sumber inikemudian
timbul pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah keislaman dalam berbagai
aspek, termasuk filsafat pendidikan. Dengan demikian, hasil pemikiran paraulama
seperti qiyas syar’i dan ijma sebagai sumber sekunder.
Ajaran yang termuat
dalam wahyu merupakan dasar dari pemikiran filsafat pendidikan Islam. Hal
ini menunjukkan filsafat pendidikan Islam yang berisi teoriumum mengenai
pendidikan Islam, dibina atas dasar konsep ajaran Islam yangtermuat dalam
Al-Qur’an dan Hadis. Keabsahan kedua sumber itu untuk dijadikandasar pemikiran
filsafat pendidikan Islam bukan tanpa alasan yang rasional.
Pemikiran filsafat
pendidikan Islam yang didasarkan atas ajaran wahyu tersebut padahakikatnya
sejalan dengan yang dikehendaki oleh berfikir falsafi, yaitu
mendasar,menyeluruh tentang kebenaran yang ditawarkannya.Adanya
ketentuan-ketentuan dasar ketentuan wahyu yang dijadikan
landasan pemikiran filsafat pendidikan Islam itu sendiri sehingga filsafat
pendidikan Islam berbeda dengan filsafat pendidikan lainnya (umum).
Filsafat pendidikan
Islam dalamkaitannya dengan pendidikan berdasarkan lima prinsip utama, yaitu:
pandanganterhadap alam, pandangan terhadap manusia, pandangan terhadap
masyarakat, pandangan terhadap pengetahuan manusia, dan pandangan terhadap
akhlak.
Bab III
Kesimpulan
Dasar pendidikan Islam
berarti landasan yang digunakan dalam melakukan proses pendewasaan anak didik;
baik pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotoriknya sesuai dengan ajaran
Al-Qur’an dan Hadis. Dasar pendidikan islam tentu saja didasarkan kepada
falsafah hidup umat islam dan tidak didasarkan kepada falsafah hidup suatu
negara, Namun bisa saja dasar Negara masuk dan turut mendasari pendidikan Islam
sebagai pendukung dan penyokong langkah dari Dasar Ideal.
Dasar-dasar Pendidikan
Islam yang ideal disandarkan pada Al-Qur’an, Hadis, kata-kata sahabat, Ijtihad,
kebiasaan masyarakat, serta hasil pemikiran para intelektual muslim.
Aspek-aspek tersebut menjadi pondasi utama dalam perumusan Pendidikan Islam
yang akan di transformasikan kepada pelajar muslim.
Selain Dasar ideal
diatas adapula Dasar Operasional, yaitu dasar yang mengatur secara langsung
pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah. Seperti dasar Historis,
Ekonomi, Sosial dan politik.
Daftar Pustaka
H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta : Kalam Mulia, 2010
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam.
Bandung : Pustaka Setia, 2005
Omar Mohammad
at-Tourny al-Syaibani, Falsafah Tarbiyyah al-Islamiyyah, terj. Hasan
Langgulung, Jakarta, Bulan Bintang, 1979
Zakiyah darajat, Ilmu Pendidikan Islam,
cet.II, Jakarta: Bumi Aksara,1992
Tim Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994
Jalaluddin
& Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, konsep dan perkembangan, cet
III Jakarta : PT. RajaGraafindo Persada, 1999
Hasan Lunggalung, Asas-asas
Pendidikan Islam; Pustaka Al-Husna, cet ke-II, 1 992
Ihsan Ali
Fauzi, “Membumikan” Al-Qur'an: fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan
masyarakat, Bandung: Mizan, 2002
Irsjad Djuwaeli, Pembaharuan
Kembali Pendidikan Islam, (ed. Ali Nurdin, Herman Fauzi), Jakarta: Yayasan
karsa utama mandiri dan PB Mathala’ul Anwar, 1998
Robert
Richard Boehlke, Sejarah perkembangan pikiran dan praktek pendidikan agama
Kristen: Dari Yohanes Amos Comenius hingga berkembangan PAK di Indonesia, BPK
Gunung Mulia, 1997
Daryanto & Tasrial, Konsep Pembelajaran Kreatif, Malang
: Gava Media, 2011
Baharuddin, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta : Ar-Ruzz
Media, 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar