BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang Masalah
Telah
disinggung pada perkuliahan sebelumnya, dimana sebuah kurikulum memiliki 4
komponen yang menyangga keberadaanya. Tujuan, Proses dalam pembelajaran, Isi
atau materi dan komponen terakhir Evaluasi.[1]
Proses
Pembelajaran pun tentu tak dapat dihilangkan dari komponen kurikulum. Tujuan
dan Materi akan terhelat, terlaksana dan tersampaikan kepada peserta didik dalam
komponen proses pembelajaran. Proses pembelajaran seakan menjadi jembatan
penyampai materi (bahan ajar) kepada tujuan yang telah dirancang.
Pada
hakikatnya belajar dilakukan oleh siapa saja, baik anak-anak maupun manusia
dewasa. Pada kenyataannya ada kewajiban bagi manusia dewasa atau orang-orang
yang memiliki kompetensi lebih dahulu agar menyediakan ruang, waktu, dan
kondisi agar terjadi proses belajar pada anak-anak. Dalam hal ini proses
belajar diharapkan terjadi secara optimal pada peserta didik melalui cara-cara
yang dirancang dan difasilitasi oleh guru di sekolah. Dengan demikian
diperlukan kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh guru.
Pembelajaran
merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar
peserta didik, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang
berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung di
dalam peserta didik.
Pengaturan
peristiwa pembelajaran dilakukan secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar
dan membuat berhasil guna. Oleh karena itu pembelajaran perlu dirancang
(dimodel), ditetapkan tujuannya sebelum dilaksanakan, dan dikendalikan
pelaksanaannya.[2]
Proses
pembelajaran yang berhasil guna memerlukan teknik, metode, dan pendekatan
tertentu sesuai dengan karakteristik tujuan, peserta didik, materi, dan sumber
daya. Sehingga diperlukan strategi yang tepat dan efektif.
Strategi
pemodelan pembelajaran merupakan suatu seni dan ilmu untuk membawa pembelajaran
sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara
efesien dan efektif.[3]
Cara-cara yang dipilih dalam menyusun strategi pembelajaran meliputi sifat,
lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada
peserta didik. Strategi belajar mengajar tidak hanya terbatas pada prosedur dan
kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi pengajaran atau paket
pengajarannya.
Pendidik yang
kreatif akan selalu
menciptakan ide-ide dalam
merancang proses model pembelajaran baru
yang mampu membuat
peserta didik dapat
mencapai tujuan belajarnya dengan
penuh rasa puas.
Dari
sedikit pemaparan diatas makalah ini disajikan dalam rangka membahas
pengembangan model pembelajaran dalam pengembangan kurikulum.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
yang menjadi rumusan masalah pada pembahasan kali ini adalah :
1.
Apa
pengertian Model Pembelajaran?
2.
Apa landasan
teori pengembangan model pembelajaran dalam pengembangan kurikulum?
3.
Bagaimana
Jenis-jenis model desain
pengembangan model pembelajaran di tinjau dari aspek orientasi?
C.
Tujuan Masalah
Tujuan dari
makalah ini adalah :
1.
Mengetahui
pengertian Model Pembelajaran
2.
Mengetahui
landasan teori pengembangan model pembelajaran dalam pengembangan kurikulum
3.
Mengetahui
Jenis-jenis model desain pengembangan model pembelajaran di tinjau dari Aspek Orientasi
Bab
II
Pembahasan
1.
Pengertian Model Pembelajaran
Belajar dan pembelajaran merupakan konsep
yang saling berkaitan. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku akibat
interaksi dengan lingkungan. Proses perubahan tingkah laku merupakan upaya yang
dilakukan secara sadar berdasarkan pengalaman ketika berinteraksi dengan
lingkungan. Pola tingkah laku yang terjadi dapat dilihat atau diamati dalam
bentuk perbuatan reaksi dan sikap secara mental dan fisik.
Tingkah laku yang berubah sebagai hasil
proses pembelajaran mengandung pengertian luas, mencakup pengetahuan,
pemahaman, sikap, dan sebagainya. Perubahan yang terjadi memiliki
karakteristik: (1) Perubahan terjadi secara sadar, (2) Perubahan dalam belajar
bersifat sinambung dan fungsional, (3) Tidak bersifat sementara, (4) Bersifat positif
dan aktif, (5) Memiliki arah dan tujuan, dan (6) Mencakup seluruh aspek
perubahan tingkah laku, yaitu pengetahuan, sikap, dan perbuatan.
Belajar mengajar adalah salah satu proses
tansimisi, transfer dan transformasi ilmu. Menjadi salah satu proses sending-Received
knowledges. Berbagai riset menyimpulkan bahwa guru adalah salah factor
dominan dalam berhasilnya peserta didik dalam melakukan proses transformasi
ilmu pengetahuan dan teknologi serta internalisasi etika dan moral (lebih
spesifik disebut pengetahuan).[4]
Oleh karena itu, tidak berlebihan jika masyarakat yang memiliki keperdulian
terhadap dunia pendidikan selalu mengarahkan perhatiannya pada berbagai aspek
perihal guru dan keguruan.
Menurut
Seels & Richey Model ialah suatu abstraksi yang dapat digunakan untuk
membantu memahami sesuatu yang tidak bisa dilihat atau dialami secara langsung.
Model adalah representasi realitas yang disajikan dengan suatu derajat struktur
dan urutan
Model
bisa menjadi sarana untuk menerjemahkan teori ke dalam dunia kongkret untuk
aplikasi ke dalam praktek. Bisa juga model menjadi sarana memformulasikan teori
berdasarkan temuan praktek. Model merupakan salah satu tool
untuk teorisasi. Arti teorisasi adalah proses empirik dan rasional yang
menggunakan bermacam alat, seperti prosedur penelitian, model, logika dan
alasan. Tujuannya adalah memberikan penjelasan penuh mengapa suatu peristiwa
terjadi sehingga bisa memandu untuk memprediksi hasil.
Salah satu aspek perihal
guru dan keguruan, yakni model pembelajaran. model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang
tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Model pembelajaran merupakan
bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran. Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan
taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka
terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran.
Sifat
teori belajar adalah deskripstif, sementara teori pembelajaran bersifat
preskiptif.[5]
Kajian dari beberapa model pembelajaran yang berdasarkan ketiga teori belajar
itu menunjukkan bahwa model-model tersebut adalah model procedural.
Reigeluth
mengatakan Teori pembelajaran adalah teori yang menawarkan penduan eksplisit
bagaimana membantu orang belajar dan berkembang lebih baik. Jenis belajar dan
pengembangan mencakup aspek kognitif, emosional, sosial, fisikal, dan spiritual.[6]
Untuk mengembangkan produk model
pembelajaran, Merrill mengajurkan 5 prinsip, yakni problem, activation, demonstration, application,
and integration. Kelima prinsip tersebut dapat disajikan sebagai
berikut[7]:
Gambar 2.3 Prinsip Pengembangan Model
Pembelajaran
Model
tersebut di atas terdiri dari 5 tahapan pembelajaran, yakni :(1) problem-centered,
artinya pembelajaran dilaksanakan dalam rangka memecahkan permasalahan dunia
nyata di sekitar pebelajar, (2) activation, artinya pembelajaran
dikembangkan relevan dengan pengalaman dan mengaktifkan pengetahuan mahasiswa
yang telah dimiliki sebelumnya, (3) demonstration, artinya pembelajaran
yang dikembangkan untuk mempertunjukkan apa yang akan dipelajari bukannya
melulu menceritakan informasi tentang apa yang akan dipelajari, (4) application,
artinya pembelajaran yang dikembangkan untuk menggunakan ketrampilan atau
pengetahuan yang baru mereka untuk memecahkan permasalahan, dan (5) integration,
pembelajaran yang dikembangkan mengintegrasikan ketrampilan atau pengetahuan
yang baru ke dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.
2. Landasan Teori Pengembangan Model Pembelajaran dalam Pengembangan
Kurikulum
Sebuah
model pembelajaran dibangun senantiasa berdasar kepada berbagai
teori, seringkali kekeliruan terjadi jika menganggap bahwa segala macam model
pembelajaran yang dikembangkan dapat didasarkan hanya pada satu teori tertentu.
Berikut
dibahas beberapa teori yang menjadi landasan yang digunakan guna mengembangkan
model pembelajaran dalam pengembangan kurikulum :
1) Konsrtuktivisme
Pandangan konstruktivis mengemukakan bahwa
belajar merupakan usaha memberi makna oleh siswa terhadap pengalamannya melalui
asimilasi dan akomodasi yang menuju kepada pembentukan struktur kognitifnya.
Proses belajar sebagai usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamnnya
melalui proes asimilasi dan akomdasi, akan membentuk suatu konstruksi
pengetahuan yang menuju kepada kemutakhiran struktur kognitifnya. Guru-guru
konsytruktivistik yang mengakui dan menghargai dorongan diri manusia/siswa
untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, kegaiata pembelajaran yang
dilakukannya akan diarahkan agar terjadi aktivitas konstruksi pengetahuan oleh
siswa secara optimal.
Revolusi
konstruktivis memiliki akar
yang kuat di
dalam sejarah pendidikan.
Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky,[8]
di mana keduanya menekankan bahwa
perubahan kognitif akan terjadi jika konsep-konsep yang
telah dipahami sebelum
diolah melalui suatu
proses ketidak seimbangan dalam
upaya memahami informasi-informasi baru.
Piaget dan Vigotsky juga menekankan
adanya hakikat sosial dan belajar, dan keduanya menyarankan untuk
menggunakan
kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggota kelompok yang
berbeda-beda untuk mengupayakan perubahan konseptual.
Pembelajaran
Sosial ide-ide konstruktivis
modern banyak berlandaskan pada
teori Vygotssky, yang telah digunakan
untuk menunjang metode
pengajaran yang menekankan
pada model pembelajaran kooperatif,
pembelajaran berbais proyek,
dan model penemuan.
Vygotsky memperhatikan bahwa memecahkan
masalah yang berhasil berbicara kepada diri
mereka sendiri tentang
langkah-langkah pemecahan msalah-masalah yang sulit.
Constructivism (konstruktivisme) merupakan
landasan berpikir (filosofi), yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit, yang hasilnya
di perluas melalui
konteks yang terbatas
(sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau
kaidah yang siap
untuk diambil dan
diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan
itu dan memberi
makna melalui pengalaman nyata.
Siswa
perlu dibiasakan untuk
memecahkan masalah. Menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya,
dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan
kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka
sendiri. Esensi dari teori
konstruktivis
adalah ide bahwa
siswa harus menemukan
dan mentransformasikan suatu informasi
kompleks ke situasi
lain, dan apabila dikehendaki,
informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan
dasar itu, pembelajaran
harus dikemas menjadi
proses ‘mengkonstruksi’
bukan ’menerima’ pengetahuan.
Dalam proses pembelajaran, siswa
membangun sendiri pengetahuan
mereka melalui keterlibatan aktif
dalam proses belajar dan mengajar. Siswa
menjadi pusat kegiatan, bukan guru.
Landasan
berpikir konstruktivisme agak
berbeda dengan pandangan
kaum objektivis, yang
lebih menekankan pada
hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivis, ‘strategi
memperoleh’ lebih diutamakan
dibandingkan
seberapa banyak siswa
memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk
itu, tugas guru
adalah memfasilitasi proses
tersebut
dengan:
·
Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan
bagi siswa,
·
Memberi
kesempatan siswa menemukan
dan menerapkan idenya sendiri, dan
·
Menyadarkan
siswa agar menerapkan strategi
mereka sendiri dalam belajar.
Pengetahuan tumbuh berkembang melalui
pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam
dan semakin kuat apabila
selalu diuji dengan
pengalaman
baru. Menurut Piaget,
manusia memiliki struktur
pengetahuan dalam otaknya, seperti
kotak-kotak yang masing-masing
berisi informasi bermakna yang
berbeda-beda. Pengalaman sama bagi beberapa orang akan dimaknai berbeda-beda oleh masing-masing individu.
Struktur pengetahuan dikembangkan
dalam otak manusia
melalui dua cara,
yaitu asimilasi atau akomodasi. Asimilasi maksudnya
struktur pengetahuan baru dibuat
atau dibangun atas
dasar struktur pengetahuan
yang sudah ada. Akomodasi maksudnya struktur pengetahuan
yang sudah ada dimodifikasi untuk
menampung dan menyesuaikan
dengan hadirnya pengalaman
baru.
2) Behaviorism
Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku,
yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap
rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik
positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman
kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak
benar, diikuti dengan menjelaskan tindakan yang diinginkan. Pendidikan
behaviorisme merupakan kunci dalam mengembangkan keterampilan dasar dan
dasar-dasar pemahaman dalam semua bidang subjek dan manajemen kelas. Ada ahli
yang menyebutkan bahwa teori belajar behavioristik adalah perubahan perilaku
yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.
Premis dasar teori belajar behavioristik menyatakan bahwa
interaksi antara stimulus respons dan penguatan terjadi dalam suatu proses
belajar. Teori belajar behavioristik sangat menekankan pada hasil belajar,
yaitu perubahan tingkah laku yang dapat dilihat. Hasil belajar diperoleh dari
proses penguatan atas respons yang muncul terhadap stimulus yang bervariasi.[9]
Salah satu teori belajar behavioristik adalah teori classical
conditioning dari Pavlov yang didasarkan pada reaksi sistem tak
terkondisi dalam diri seseorng serta gerak refleks setelah menerima stimulus.
Menurut Pavlov, penguatan berperan penting dalam mengkondisikan munculnya
respons yang diharapkan. Jika penguatan tidak dimunculkan, dan stimulus hanya
ditampilkan sendiri, maka respons terkondisi akan menurun dan atau menghilang.
Namun, suatu saat respons tersebut dapat muncul kembali.
Sementara itu, Connectionism dari Thorndike menyatakan bahwa
belajar merupakan proses coba-coba sebagai reaksi terhadap stimulus. Respons
yang benar akan semakin diperkuat melalui serangkaian proses coba-coba,
sementara respons yang tidak benar akan menghilang. Akibat menyenangkan dari
suatu respons akan memperkuat kemungkinan munculnya respons. Respons yang benar
diperoleh dari proses yang berulang kali yang dapat terjadi hanya jika siswa
dalam keadaan siap.
Teori behaviorism dari Watson menyatakan bahwa stimulus dan
respons yang menjadi konsep dasar dalam teori perilaku haruslah berbentuk
tingkah laku yang dapat diamati. Interaksi stimulus dan respons merupakan
proses pengkondisian yang akan terjadi berulang-ulang untuk mencapai hasil yang
cukup kompleks.
Ciri dari teori behavioristik adalah mengutamakan
unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan
lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya
latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan
dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan
reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
3) Humanistik
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha
agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Peran guru dalam teori ini
adalah sebagai fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan
motivasi,kesadaran mengenai makna kehidupan siswa. Guru mamfasilitasi
pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan
pembelajaran.[10]
Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat
laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik- baiknya. Siswa berperan
sebagai pelaku utama yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Tujuan
utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam
diri mereka.
Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses
belajar, ialah: 1. Proses pemerolehan informasi baru, 2. Personalia informasi
ini pada individu.[11]
4) Kognitif
Tidak seperti halnya belajar menurut perspektif behavioris
dimana perilaku manusia tunduk pada peneguhan dan hukuman, pada perspektif
kognitif ternyata ditemui tiap individu justru merencakan respons perilakunya,
menggunakan berbagai cara yang bisa membantu dia mengingat serta mengelola
pengetahuan secara unik dan lebih berarti.
Teori belajar yang berasal dari aliran psikologi kognitif
ini menelaah bagaimana orang berpikir, mempelajari konsep dan menyelesaikan masalah.
Hal yang menjadi pembahasan sehubungan dengan teori belajar ini adalah tentang
jenis pengetahuan dan memori.
Menurut pendekatan kognitif yang mutakhir, elemen terpenting
dalam proses belajar adalah pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu kepada
situasi belajar. Dengan kata lain apa yang telah kita diketahui akan sangat
menentukan apa yang akan menjadi perhatian, dipersepsi, dipelajari, diingat
ataupun dilupakan. Pengetahuan bukan hanya hasil dari proses belajar
sebelumnya, tapi juga akan membimbing proses belajar berikutnya. Berbagai riset
terapan tentang hal ini telah banyak dilakukan dan makin membuktikan bahwa
pengetahuan dasar yang luas ternyata lebih penting dibanding strategi belajar
yang terbaik yang tersedia sekalipun. Terlebih bila pengetahuan dan wawasan
yang luas ini disertai dengan strategi yang baik tentu akan membawa hasil lebih
baik lagi tentunya.
Perspektif
kognitif membagi jenis pengetahuan menjadi tiga bagian[12],
yaitu:
· Pengetahuan Deklaratif, yaitu
pengetahuan yang bisa dideklarasikan biasanya dalam bentuk kata atau singkatnya
pengetahuan konseptual.
· Pengetahuan Prosedural, yaitu
pengetahuan tentang tahapan yang harus dilakukan misalnya dalam hal pembagian
satu bilangan ataupun cara kita mengemudikan sepeda, singkatnya “pengetahuan
bagaimana”.
· Pengetahuan Kondisional, adalah
pengetahuan dalam hal “kapan dan mengapa” pengetahuan deklaratif dan prosedural
digunakan.
3. Jenis-jenis
Model Desain Pengembangan Model Pembelajaran di tinjau dari Aspek Orientasi
Pada
dasarnya tidak ada
strategi pembelajaran yang
dipandang paling baik, karena setiap strategi pembelajaran
saling memiliki keunggulan masing-masing. Strategi pembelajaran yang dinyatakan
baik dan tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu belum tentu baik dan
tepat digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran yang lain. ltulah sebabnya,
seorang pendidik diharapkan memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memilih
dan menerapkan berbagai strategi pembelajaran, agar dalam
melaksanakan tugasnya dapat memilih alternatif strategi yang dirasakan sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar Sistem pembelajaran adalah
keseluruhan komponen pembelajaran yang saling terkait secara terpadu
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Komponen-komponen dalam sistem pembelajaran: peserta didik,
guru, materi, tujuan pembelajaran, strategi
pembelajaran, media pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan sebagainya.
Orientasi dapat dijadikan pijakan dalam mengembangkan model,
berikut beberapa pengembangan model yang dititik beratkan pada orientasi yang
dituju:
1)
Pengembangan Model Sistem
Pembelajaran Yang Berorientasi Pada Kelas
Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi
kelas biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro (kelas) yang
hanya dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih. Seperti contoh
model pembelajaran kekinian yakni Menyiapkan pembelajaran yang menyenangkan dan
menantang, pembelajaran PAIKEM (Pembelajaran aktif, interaktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan) atau I2M3 Interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang dan memotivasi.[13]
Model ASSURE merupakan suatu model yang merupakan sebuah formulasi untuk
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau disebut juga model berorientasi kelas. Model
ini terdiri atas enam langkah kegiatan yaitu[14]:
·
Analyze Learners (analisis peserta didik), disesuaikan dengan tingkat
perkembangan, gaya belajar , dan kebutuhan peserta didik.
·
States Objectives (menyatakan tujuan), difokuskan pada tujuan kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
·
Select Methods, Media, and Material (memilih metode, media, dan materi),
pemilihan metode yang tepat dengan tugas pembelajaran, memilih media yang tepat
dengan materi yang disampaikan .
·
Utilize Media and materials (penggunaan media dan bahan),
menggunakan dan mendesaian media sebagus mungkin agar pembelajaran lebih
menarik dan menantang.
·
Require Learner Participation (partisipasi peserta didik di
kelas), partisipasi aktif peserta didik dalam kelas akan berpengaruh pada
pengalaman belajar yang diperoleh selama proses pembelajaran.
·
Evaluate and Revise (penilaian dan revisi), melihat seberapa efektif dan
efisiennya metode dan media pembelajaran yang dipakai dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
2)
Pengembangan Model sistem
pembelajaran yang berorientasi pada hasil (produk)
Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi
produk adalah model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu produk biasanya
media pembelajaran misalnya video pembelajaran, multimedia pembelajaran atau
modul .
Model Hannafin and Peck. Tahap-tahap dalam model Hannafin and Peck: tahap analisis
keperluan, tahap desain, dan tahap pengembangan dan implementasi: Penilaian
dan evaluasi juga dilaksanakan dalam setiap tahap di atas. Tahap-tahap
model Hannafin and Peck[15]
:
·
Tahap analisa kebutuhan: mengidentifikasi kebutuhan yang
meliputi kebutuhan dalam mengembangkan suatu media pembelajaran; (a) tujuan dan
objek media pembelajaran yang dibuat, (b) pengetahuan dan kemahiran yang
diperlukan oleh kelompok sasaran, (c)peralatan dan keperluan media
pembelajaran.
·
Setelah semua keperluan diidentifikasi, Hannafin dan Peck
menekankan untuk menjalankan penilaian terhadap hasil itu sebelum melanjutkan
ke tahap desain.
·
Tahap desain; bertujuanuntuk mengidentifikasikan dan
mendokumenkan kaedah yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan media
tersebut (informasi dari tahap analisa kebutuhan).
·
Salah satu dokumen yang dihasilkan dalam fase ini ialah
dokumen story board yang mencakup urutan aktivitas pembelajaran berdasarkan
keperluan pelajaran dan objek media pembelajaran seperti yang diperoleh dalam
tahap analisis keperluan.
·
Penilaian perlu dijalankan dalam tahap ini sebelum
dilanjutkan ke tahap pengembangan dan implementasi.
·
Tahap pengembangan dan implementasi; penghasilan diagram
alur, pengujian, serta penilaian formatif (dilakukan sepanjang proses
pengembangan media) dan penilaian sumatif (dilakukan setelah media selesai
dikembangkan).
·
Dokumen story board akan dijadikan landasan bagi pembuatan
diagram alur yang dapat membantu proses pembuatan media pembelajaran,
serta untuk menilai kelancaran media yang dihasilkan seperti kesinambungan
link,penilaian dan pengujian.
·
Hasil dari proses penilaian dan pengujian ini akan digunakan
dalam proses penyesuaian untuk mencapai kualitas media yang dikehendaki.
Model ini sangat menekankan proses penilaian dan evaluasi
yang mengikutsertakan proses meliputi: proses pengujian dan penilaian media
pembelajaran yang melibatkan ketiga fase secara berkesinambungan.
3)
Model pengembangan sistem
pembelajaran yang berorientasi pada sistem
Model beroreintasi sistem yaitu model desain pembelajaran
untuk menghasilkan suatu sistem pembelajaran yang cakupannya luas, seperti
desain sistem suatu pelatihan, kurikulum sekolah,contohnya adalah model ADDIE.
Sistem pembelajaran: input-proses-output. Muncul pada tahun 1990 an yang
dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda
Tahap-tahap model ADDIE: analysis- design-
development-implementation-evaluation. Tahap-tahap Model ADDIE[16]:
·
Analysis (analisa kebutuhan, identifikasi masalah, dan identifikasi
tugas pembelajaran)
·
Design (merumuskan
tujuan pembelajaran yang SMAR; specific, measurable, applicable, and
realistic, menyusun tes, memilih strategi, metode, dan media pembelajaran
yang tepat)
·
Development (mewujudkan desain tadi dalam bentuk nyata, misalnya dengan
mencetak modul, kemudian mengembangkan modul dengan sebaik mungkin).
·
Implementation (langkah nyata menerapkan sistem pembelajaran yang kita
buat)
·
Evaluation (sudah efektifkah sistem pembelajaran yang kita kembangkan)
4)
Model pengembangan sistem
pembelajaran yang berorientasi pada kompetensi
Kompetensi adalah kemampuan bersikap, berpikir, dan
bertindak secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang dimiliki peserta didik. Pengembangan sistem pembelajaran yang
berorientasi pada kompetensi merupakan pengembangan dan penjabaran dari
Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang
menekankan pencapaian kompetensi-kompetensi tertentu.
Kompetensi yang dikembangkan adalah keterampilan dan
keahlian bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidakmenentuan,
ketidakpastian, dan kerumitan-kerumitan dalam kehidupan. Peserta didik
diharapkan agar memiliki kemampuan intelektual, emosional, spiritual, dan
sosial yang bermutu tinggi.
Kecakapan hidup (life skill) yang harus dimiliki
siswa; kecakapan mengenal diri (self awarness), kecakapan berpikir
rasional (thinking skill), kecakapan sosial (social skill),
kecakapan akademis (academic skill), dan kecakapan vokasional (vocational
skill). Karakteristik kurikulum berorientasi pencapaian kompetensi menurut
Depdiknas:
·
Menekankan kepada ketercapaian kompetensi siswa baik secara
individual maupun klasikal.
·
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes)
dan keberagaman. Ini artinya, keberhasilan pencapaian kompetensi dasar diukur
oleh indikator hasil belajar.
·
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan
metode yang bervariasi.
·
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber-sumber
lain yang memenuhi unsur edukatif.
·
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam
upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi
pada kompetensi Disebut dengan model Desain Sistem Instruksional Berorientasi
Pencapaian Kompetensi (DSI-PK), yaitu gambaran proses rancangan sistematis
tentang pengembangan pembelajaran baik mengenai proses maupun bahan
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dalam upaya pencapaian kompetensi.
Bab III
Penutup
1. Kesimpulan
Salah satu aspek perihal
guru dan keguruan, yakni model pembelajaran. model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang
tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
Model pembelajaran merupakan bungkus atau
bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik
pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah
apa yang disebut dengan model pembelajaran.
Model pembelajaran dan pengembangannya
dibangun senantiasa berdasar kepada berbagai teori, seperti behaviorism,
kognitif, konstruktivism dan Humanistik.
Terdapat
pula model pengembangan pembelajaran yang menitik beratkan pada aspek
orientasi, seperti berorientasi pada kelas, Hasil, Sistem dan Kompetensi.
2. Saran
Diharapkan setelah memahami dasar landasan
pengembangan model pembelajaran, peserta diskusi makalah pengembangan model
pembelajaran dalam pengembangan kurikulum dapat menerapkannya dalam proses
belajar mengajar.
[1]
Nasution, S, Pengembangan
Kurikulum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993) Hlm 4-7
[2]
Miarso
Yusufhadi, Definisi Teknologi Pendidikan
(Jakarta: Rajawali Pers.1986) Hlm 5
[3] Joni, T Raka. Pokok-Pokok
Pikiran Mengenai Pendidikan Guru. Konsorsium Ilmu Pendidikan (Jakarta :
Dirjen Dikti Depdikbud, 1992) Hlm 12
[4]
Andreas
Soeroso, Sosiologi 2, SMA Kelas XI,
Yudhistira Ghalia Indonesia, Hlm.29
[5]
Preskiptif
adalah : proses yang didefinisikan dengan aturan yang jelas tentang
kegiatan-kegiatan,tindakan, tugas, dan hasil kerja(work product) yang
diperlukan untuk mengembangkan pembelajaran yang berkualitas. Gunanya adalah
untuk Menjamin stabilitas, kontrol dan organisasi terhadap kegiatan
pengembangan kegiatan belajar.
[6] Charles M.
Reigeluth, Instructional-Design Theoris and Models : A New Paradigm of
Instructional Theory, Vol 2, (Routledge, 1999 ) Hlm 328
[7]
Merrill, ETR&D,
Vol. 50, No. 3, 2002, Hlm 43–59
[8] Saekhan Muchith, Pembelajaran
Kontekstual, (Semarang: RaSAIL Media Grup,. 2008),
Hlm 71
[9] Andito (ed.), Belajar
Teori Behavioristik ,
(Bandung : Pustaka Hidayah, 1998), Hlm. 259
[10]
Achmad Rifa’I dan Catharina Tri Anni. Psikologi
Pendidikan. (Semarang.UNNES PRESS, 2009)
Hlm 72
[11]
Ibid
[12] Winkel, W. S.,
Psikologi Pengajaran cet. 6 (Yogyakarta: Media Abadi, 2004) Hlm 44
[13]
Dit.Tendik, Pembelajaran
Berbasis PAIKEM (CTL, Pembelajaran Terpadu, Pembelajaran Tematik), Jakarta:
Kemendiknas, 2010
[14] Benny A Pribadi. 2010. Model ASSURE untuk Mendesain Pembelajaran Sukses. (Jakarta:Dian Rakyat. 2010) Hlm 19
[15] Benny A
Pribadi. Model Desain Sistem Pembelajaran. (Jakarta: PT. Dian
Rakyat, 2009) Hlm 67