Sabtu, 12 Januari 2013

Pengembangan Model dalam Pengembangan Kurikulum







BAB I
Pendahuluan

A.    Latar Belakang Masalah
Telah disinggung pada perkuliahan sebelumnya, dimana sebuah kurikulum memiliki 4 komponen yang menyangga keberadaanya. Tujuan, Proses dalam pembelajaran, Isi atau materi dan komponen terakhir Evaluasi.[1]
Proses Pembelajaran pun tentu tak dapat dihilangkan dari komponen kurikulum. Tujuan dan Materi akan terhelat, terlaksana dan tersampaikan kepada peserta didik dalam komponen proses pembelajaran. Proses pembelajaran seakan menjadi jembatan penyampai materi (bahan ajar) kepada tujuan yang telah dirancang.
Pada hakikatnya belajar dilakukan oleh siapa saja, baik anak-anak maupun manusia dewasa. Pada kenyataannya ada kewajiban bagi manusia dewasa atau orang-orang yang memiliki kompetensi lebih dahulu agar menyediakan ruang, waktu, dan kondisi agar terjadi proses belajar pada anak-anak. Dalam hal ini proses belajar diharapkan terjadi secara optimal pada peserta didik melalui cara-cara yang dirancang dan difasilitasi oleh guru di sekolah. Dengan demikian diperlukan kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh guru.
Pembelajaran merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam peserta didik.
Pengaturan peristiwa pembelajaran dilakukan secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan membuat berhasil guna. Oleh karena itu pembelajaran perlu dirancang (dimodel), ditetapkan tujuannya sebelum dilaksanakan, dan dikendalikan pelaksanaannya.[2]
Proses pembelajaran yang berhasil guna memerlukan teknik, metode, dan pendekatan tertentu sesuai dengan karakteristik tujuan, peserta didik, materi, dan sumber daya. Sehingga diperlukan strategi yang tepat dan efektif.
Strategi pemodelan pembelajaran merupakan suatu seni dan ilmu untuk membawa pembelajaran sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efesien dan efektif.[3] Cara-cara yang dipilih dalam menyusun strategi pembelajaran meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik. Strategi belajar mengajar tidak hanya terbatas pada prosedur dan kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi pengajaran atau paket pengajarannya.
Pendidik  yang  kreatif  akan  selalu  menciptakan  ide-ide  dalam  merancang proses  model pembelajaran  baru  yang  mampu  membuat  peserta  didik  dapat  mencapai  tujuan belajarnya dengan penuh rasa puas.
Dari sedikit pemaparan diatas makalah ini disajikan dalam rangka membahas pengembangan model pembelajaran dalam pengembangan kurikulum.








B.     Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada pembahasan kali ini adalah :
1.      Apa pengertian Model Pembelajaran?
2.      Apa landasan teori pengembangan model pembelajaran dalam pengembangan kurikulum?
3.      Bagaimana Jenis-jenis model desain pengembangan model pembelajaran di tinjau dari aspek orientasi?

C.    Tujuan Masalah

Tujuan dari makalah ini adalah :

1.      Mengetahui pengertian Model Pembelajaran
2.      Mengetahui landasan teori pengembangan model pembelajaran dalam pengembangan kurikulum
3.      Mengetahui Jenis-jenis model desain pengembangan model pembelajaran di tinjau dari Aspek Orientasi















Bab II
Pembahasan

1.    Pengertian Model Pembelajaran

Belajar dan pembelajaran merupakan konsep yang saling berkaitan. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku akibat interaksi dengan lingkungan. Proses perubahan tingkah laku merupakan upaya yang dilakukan secara sadar berdasarkan pengalaman ketika berinteraksi dengan lingkungan. Pola tingkah laku yang terjadi dapat dilihat atau diamati dalam bentuk perbuatan reaksi dan sikap secara mental dan fisik.
Tingkah laku yang berubah sebagai hasil proses pembelajaran mengandung pengertian luas, mencakup pengetahuan, pemahaman, sikap, dan sebagainya. Perubahan yang terjadi memiliki karakteristik: (1) Perubahan terjadi secara sadar, (2) Perubahan dalam belajar bersifat sinambung dan fungsional, (3) Tidak bersifat sementara, (4) Bersifat positif dan aktif, (5) Memiliki arah dan tujuan, dan (6) Mencakup seluruh aspek perubahan tingkah laku, yaitu pengetahuan, sikap, dan perbuatan.
Belajar mengajar adalah salah satu proses tansimisi, transfer dan transformasi ilmu. Menjadi salah satu proses sending-Received knowledges. Berbagai riset menyimpulkan bahwa guru adalah salah factor dominan dalam berhasilnya peserta didik dalam melakukan proses transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta internalisasi etika dan moral (lebih spesifik disebut pengetahuan).[4] Oleh karena itu, tidak berlebihan jika masyarakat yang memiliki keperdulian terhadap dunia pendidikan selalu mengarahkan perhatiannya pada berbagai aspek perihal guru dan keguruan.
Menurut Seels & Richey Model ialah suatu abstraksi yang dapat digunakan untuk membantu memahami sesuatu yang tidak bisa dilihat atau dialami secara langsung. Model adalah representasi realitas yang disajikan dengan suatu derajat struktur dan urutan
Model bisa menjadi sarana untuk menerjemahkan teori ke dalam dunia kongkret untuk aplikasi ke dalam praktek. Bisa juga model menjadi sarana memformulasikan teori berdasarkan temuan praktek. Model merupakan salah satu tool untuk teorisasi. Arti teorisasi adalah proses empirik dan rasional yang menggunakan bermacam alat, seperti prosedur penelitian, model, logika dan alasan. Tujuannya adalah memberikan penjelasan penuh mengapa suatu peristiwa terjadi sehingga bisa memandu untuk memprediksi hasil.
Salah satu aspek perihal guru dan keguruan, yakni model pembelajaran. model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran.
Sifat teori belajar adalah deskripstif, sementara teori pembelajaran bersifat preskiptif.[5] Kajian dari beberapa model pembelajaran yang berdasarkan ketiga teori belajar itu menunjukkan bahwa model-model tersebut adalah model procedural.
Reigeluth mengatakan Teori pembelajaran adalah teori yang menawarkan penduan eksplisit bagaimana membantu orang belajar dan berkembang lebih baik. Jenis belajar dan pengembangan mencakup aspek kognitif, emosional, sosial, fisikal, dan spiritual.[6]
Untuk mengembangkan produk model pembelajaran, Merrill mengajurkan 5 prinsip, yakni problem, activation, demonstration, application, and integration. Kelima prinsip tersebut dapat disajikan sebagai berikut[7]:
http://blog.tp.ac.id/images/prinsip-pengembangan-model-pembelajaran.jpg
Gambar 2.3 Prinsip Pengembangan Model Pembelajaran

Model tersebut di atas terdiri dari 5 tahapan pembelajaran, yakni :(1) problem-centered, artinya pembelajaran dilaksanakan dalam rangka memecahkan permasalahan dunia nyata di sekitar pebelajar, (2) activation, artinya pembelajaran dikembangkan relevan dengan pengalaman dan mengaktifkan pengetahuan mahasiswa yang telah dimiliki sebelumnya, (3) demonstration, artinya pembelajaran yang dikembangkan untuk mempertunjukkan apa yang akan dipelajari bukannya melulu menceritakan informasi tentang apa yang akan dipelajari, (4) application, artinya pembelajaran yang dikembangkan untuk menggunakan ketrampilan atau pengetahuan yang baru mereka untuk memecahkan permasalahan, dan (5) integration, pembelajaran yang dikembangkan mengintegrasikan ketrampilan atau pengetahuan yang baru ke dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.




2.    Landasan Teori Pengembangan Model Pembelajaran dalam Pengembangan Kurikulum

Sebuah  model  pembelajaran  dibangun senantiasa berdasar kepada berbagai teori, seringkali kekeliruan terjadi jika menganggap bahwa segala macam model pembelajaran yang dikembangkan dapat didasarkan hanya pada satu teori tertentu.
Berikut dibahas beberapa teori yang menjadi landasan yang digunakan guna mengembangkan model pembelajaran dalam pengembangan kurikulum :

1)   Konsrtuktivisme

Pandangan konstruktivis mengemukakan bahwa belajar merupakan usaha memberi makna oleh siswa terhadap pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju kepada pembentukan struktur kognitifnya. Proses belajar sebagai usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamnnya melalui proes asimilasi dan akomdasi, akan membentuk suatu konstruksi pengetahuan yang menuju kepada kemutakhiran struktur kognitifnya. Guru-guru konsytruktivistik yang mengakui dan menghargai dorongan diri manusia/siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, kegaiata pembelajaran yang dilakukannya akan diarahkan agar terjadi aktivitas konstruksi pengetahuan oleh siswa secara optimal.
Revolusi  konstruktivis  memiliki  akar  yang  kuat  di  dalam  sejarah pendidikan. Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky,[8] di mana keduanya  menekankan bahwa perubahan kognitif akan terjadi jika konsep-konsep  yang  telah  dipahami  sebelum  diolah  melalui  suatu  proses  ketidak seimbangan  dalam  upaya  memahami  informasi-informasi  baru.  Piaget  dan Vigotsky juga menekankan adanya hakikat sosial dan belajar, dan keduanya menyarankan  untuk  menggunakan  kelompok-kelompok  belajar  dengan kemampuan anggota kelompok yang berbeda-beda untuk mengupayakan perubahan konseptual.
Pembelajaran  Sosial  ide-ide  konstruktivis  modern  banyak berlandaskan pada teori Vygotssky, yang telah digunakan  untuk  menunjang  metode  pengajaran  yang  menekankan  pada model  pembelajaran  kooperatif,  pembelajaran  berbais  proyek,  dan  model penemuan.
Vygotsky memperhatikan bahwa memecahkan masalah yang berhasil berbicara kepada diri  mereka  sendiri  tentang  langkah-langkah  pemecahan  msalah-masalah yang  sulit.
Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berpikir (filosofi), yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya  di  perluas  melalui  konteks  yang  terbatas  (sempit)  dan  tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau  kaidah  yang  siap  untuk  diambil  dan  diingat.  Manusia  harus mengkonstruksi  pengetahuan  itu  dan  memberi  makna  melalui  pengalaman nyata.
Siswa  perlu  dibiasakan  untuk  memecahkan  masalah.  Menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori
konstruktivis  adalah  ide  bahwa  siswa  harus  menemukan  dan mentransformasikan  suatu  informasi  kompleks  ke  situasi  lain,  dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan  dasar  itu,  pembelajaran  harus  dikemas  menjadi  proses ‘mengkonstruksi’  bukan  ’menerima’  pengetahuan.  Dalam  proses pembelajaran,  siswa  membangun  sendiri  pengetahuan  mereka  melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa  menjadi pusat kegiatan, bukan guru.
Landasan  berpikir  konstruktivisme  agak  berbeda  dengan pandangan kaum  objektivis,  yang  lebih  menekankan  pada  hasil  pembelajaran.  Dalam pandangan  konstruktivis,  ‘strategi  memperoleh’  lebih  diutamakan
dibandingkan    seberapa  banyak  siswa  memperoleh  dan  mengingat pengetahuan.  Untuk  itu,  tugas  guru  adalah  memfasilitasi  proses  tersebut
dengan:
·         Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,
·         Memberi  kesempatan  siswa  menemukan  dan  menerapkan  idenya sendiri, dan
·         Menyadarkan  siswa  agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam  dan  semakin  kuat apabila  selalu diuji dengan
pengalaman  baru.  Menurut  Piaget,  manusia  memiliki  struktur  pengetahuan dalam  otaknya,  seperti  kotak-kotak  yang  masing-masing  berisi  informasi bermakna yang berbeda-beda. Pengalaman sama bagi beberapa orang akan dimaknai  berbeda-beda  oleh  masing-masing  individu.
Struktur pengetahuan  dikembangkan  dalam  otak  manusia  melalui  dua  cara,  yaitu asimilasi atau akomodasi. Asimilasi maksudnya struktur pengetahuan baru dibuat  atau  dibangun  atas  dasar  struktur  pengetahuan  yang  sudah  ada. Akomodasi maksudnya struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk  menampung  dan  menyesuaikan  dengan  hadirnya  pengalaman  baru.





2)      Behaviorism

Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan tindakan yang diinginkan. Pendidikan behaviorisme merupakan kunci dalam mengembangkan keterampilan dasar dan dasar-dasar pemahaman dalam semua bidang subjek dan manajemen kelas. Ada ahli yang menyebutkan bahwa teori belajar behavioristik adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.
Premis dasar teori belajar behavioristik menyatakan bahwa interaksi antara stimulus respons dan penguatan terjadi dalam suatu proses belajar. Teori belajar behavioristik sangat menekankan pada hasil belajar, yaitu perubahan tingkah laku yang dapat dilihat. Hasil belajar diperoleh dari proses penguatan atas respons yang muncul terhadap stimulus yang bervariasi.[9]
Salah satu teori belajar behavioristik adalah teori classical conditioning dari Pavlov yang didasarkan pada reaksi sistem tak terkondisi dalam diri seseorng serta gerak refleks setelah menerima stimulus. Menurut Pavlov, penguatan berperan penting dalam mengkondisikan munculnya respons yang diharapkan. Jika penguatan tidak dimunculkan, dan stimulus hanya ditampilkan sendiri, maka respons terkondisi akan menurun dan atau menghilang. Namun, suatu saat respons tersebut dapat muncul kembali.
Sementara itu, Connectionism dari Thorndike menyatakan bahwa belajar merupakan proses coba-coba sebagai reaksi terhadap stimulus. Respons yang benar akan semakin diperkuat melalui serangkaian proses coba-coba, sementara respons yang tidak benar akan menghilang. Akibat menyenangkan dari suatu respons akan memperkuat kemungkinan munculnya respons. Respons yang benar diperoleh dari proses yang berulang kali yang dapat terjadi hanya jika siswa dalam keadaan siap.
Teori behaviorism dari Watson menyatakan bahwa stimulus dan respons yang menjadi konsep dasar dalam teori perilaku haruslah berbentuk tingkah laku yang dapat diamati. Interaksi stimulus dan respons merupakan proses pengkondisian yang akan terjadi berulang-ulang untuk mencapai hasil yang cukup kompleks.
Ciri dari teori behavioristik adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.

3)      Humanistik

Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Peran guru dalam teori ini adalah sebagai fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi,kesadaran mengenai makna kehidupan siswa. Guru mamfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.[10]
Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik- baiknya. Siswa berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah: 1. Proses pemerolehan informasi baru, 2. Personalia informasi ini pada individu.[11]

4)      Kognitif

Tidak seperti halnya belajar menurut perspektif behavioris dimana perilaku manusia tunduk pada peneguhan dan hukuman, pada perspektif kognitif ternyata ditemui tiap individu justru merencakan respons perilakunya, menggunakan berbagai cara yang bisa membantu dia mengingat serta mengelola pengetahuan secara unik dan lebih berarti.
Teori belajar yang berasal dari aliran psikologi kognitif ini menelaah bagaimana orang berpikir, mempelajari konsep dan menyelesaikan masalah. Hal yang menjadi pembahasan sehubungan dengan teori belajar ini adalah tentang jenis pengetahuan dan memori.
Menurut pendekatan kognitif yang mutakhir, elemen terpenting dalam proses belajar adalah pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu kepada situasi belajar. Dengan kata lain apa yang telah kita diketahui akan sangat menentukan apa yang akan menjadi perhatian, dipersepsi, dipelajari, diingat ataupun dilupakan. Pengetahuan bukan hanya hasil dari proses belajar sebelumnya, tapi juga akan membimbing proses belajar berikutnya. Berbagai riset terapan tentang hal ini telah banyak dilakukan dan makin membuktikan bahwa pengetahuan dasar yang luas ternyata lebih penting dibanding strategi belajar yang terbaik yang tersedia sekalipun. Terlebih bila pengetahuan dan wawasan yang luas ini disertai dengan strategi yang baik tentu akan membawa hasil lebih baik lagi tentunya.
Perspektif kognitif membagi jenis pengetahuan menjadi tiga bagian[12], yaitu:
·      Pengetahuan Deklaratif, yaitu pengetahuan yang bisa dideklarasikan biasanya dalam bentuk kata atau singkatnya pengetahuan konseptual.
·      Pengetahuan Prosedural, yaitu pengetahuan tentang tahapan yang harus dilakukan misalnya dalam hal pembagian satu bilangan ataupun cara kita mengemudikan sepeda, singkatnya “pengetahuan bagaimana”.
·      Pengetahuan Kondisional, adalah pengetahuan dalam hal “kapan dan mengapa” pengetahuan deklaratif dan prosedural digunakan.

3.    Jenis-jenis Model Desain Pengembangan Model Pembelajaran di tinjau dari Aspek Orientasi

Pada  dasarnya  tidak  ada  strategi  pembelajaran  yang  dipandang  paling  baik, karena setiap strategi pembelajaran saling memiliki keunggulan masing-masing. Strategi pembelajaran yang dinyatakan baik dan tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu belum tentu baik dan tepat digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran yang lain. ltulah sebabnya, seorang pendidik diharapkan memiliki pengetahuan  dan  kemampuan  dalam  memilih  dan  menerapkan  berbagai strategi pembelajaran, agar dalam melaksanakan tugasnya dapat memilih alternatif strategi yang dirasakan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar Sistem pembelajaran adalah keseluruhan komponen pembelajaran yang saling terkait  secara terpadu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Komponen-komponen dalam sistem pembelajaran: peserta didik, guru, materi, tujuan pembelajaran, strategi pembelajaran, media pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan sebagainya.
Orientasi dapat dijadikan pijakan dalam mengembangkan model, berikut beberapa pengembangan model yang dititik beratkan pada orientasi yang dituju:
1)   Pengembangan Model Sistem Pembelajaran Yang Berorientasi Pada Kelas
Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi kelas biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro (kelas) yang hanya dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih. Seperti contoh model pembelajaran kekinian yakni Menyiapkan pembelajaran yang menyenangkan dan menantang, pembelajaran PAIKEM (Pembelajaran aktif, interaktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan) atau I2M3 Interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi.[13]
Model ASSURE merupakan suatu model yang merupakan sebuah formulasi untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau disebut juga model berorientasi kelas. Model ini terdiri atas enam langkah kegiatan yaitu[14]:
·         Analyze Learners (analisis peserta didik), disesuaikan dengan tingkat perkembangan, gaya belajar , dan kebutuhan peserta didik.
·         States Objectives (menyatakan tujuan), difokuskan pada tujuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
·         Select Methods, Media, and Material (memilih metode, media, dan materi), pemilihan metode yang tepat dengan tugas pembelajaran, memilih media yang tepat dengan materi yang disampaikan .
·         Utilize Media and materials (penggunaan media dan bahan), menggunakan dan mendesaian media sebagus mungkin agar pembelajaran lebih menarik dan menantang.
·         Require Learner Participation (partisipasi peserta didik di kelas), partisipasi aktif peserta didik dalam kelas akan berpengaruh pada pengalaman belajar yang diperoleh selama proses pembelajaran.
·         Evaluate and Revise (penilaian dan revisi), melihat  seberapa efektif dan efisiennya metode dan media pembelajaran yang dipakai dalam mencapai tujuan pembelajaran.

2)   Pengembangan Model sistem pembelajaran yang berorientasi pada hasil (produk)
Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi produk adalah model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu produk biasanya media pembelajaran misalnya video pembelajaran, multimedia pembelajaran atau modul .
Model Hannafin and Peck. Tahap-tahap dalam model Hannafin and Peck: tahap analisis keperluan, tahap desain, dan tahap pengembangan dan implementasi: Penilaian dan evaluasi  juga dilaksanakan dalam setiap tahap di atas. Tahap-tahap model Hannafin and Peck[15] :
·         Tahap analisa kebutuhan: mengidentifikasi kebutuhan yang meliputi kebutuhan dalam mengembangkan suatu media pembelajaran; (a) tujuan dan objek media pembelajaran yang dibuat, (b) pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh kelompok sasaran, (c)peralatan dan keperluan media pembelajaran.
·         Setelah semua keperluan diidentifikasi, Hannafin dan Peck menekankan untuk menjalankan penilaian terhadap hasil itu sebelum melanjutkan ke tahap desain.
·         Tahap desain; bertujuanuntuk mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaedah yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan media tersebut (informasi dari tahap analisa kebutuhan).
·         Salah satu dokumen yang dihasilkan dalam fase ini ialah dokumen story board yang mencakup urutan aktivitas pembelajaran berdasarkan keperluan pelajaran dan objek media pembelajaran seperti yang diperoleh dalam tahap analisis keperluan.
·         Penilaian perlu dijalankan dalam tahap ini sebelum dilanjutkan ke tahap pengembangan dan implementasi.
·         Tahap pengembangan dan implementasi; penghasilan diagram alur, pengujian, serta penilaian formatif (dilakukan sepanjang proses pengembangan media) dan penilaian sumatif (dilakukan setelah media selesai dikembangkan).
·         Dokumen story board akan dijadikan landasan bagi pembuatan diagram alur  yang dapat membantu proses pembuatan media pembelajaran, serta untuk menilai kelancaran media yang dihasilkan seperti kesinambungan link,penilaian dan pengujian.
·         Hasil dari proses penilaian dan pengujian ini akan digunakan dalam proses penyesuaian untuk mencapai kualitas media yang dikehendaki.
Model ini sangat menekankan proses penilaian dan evaluasi yang mengikutsertakan proses meliputi: proses pengujian dan penilaian media pembelajaran yang melibatkan ketiga fase secara berkesinambungan.
3)   Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi pada sistem
Model beroreintasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu sistem pembelajaran yang cakupannya luas, seperti desain sistem suatu pelatihan, kurikulum sekolah,contohnya adalah model ADDIE. Sistem pembelajaran: input-proses-output. Muncul pada tahun 1990 an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda
Tahap-tahap model ADDIE: analysis- design- development-implementation-evaluation. Tahap-tahap Model ADDIE[16]:
·         Analysis (analisa kebutuhan, identifikasi masalah, dan identifikasi tugas pembelajaran)
·         Design (merumuskan tujuan pembelajaran yang SMAR; specific, measurable, applicable, and realistic, menyusun tes, memilih strategi, metode, dan media pembelajaran yang tepat)
·         Development (mewujudkan desain tadi dalam bentuk nyata, misalnya dengan mencetak modul, kemudian mengembangkan modul dengan sebaik mungkin).
·         Implementation (langkah nyata menerapkan sistem pembelajaran yang kita buat)
·         Evaluation (sudah efektifkah sistem pembelajaran yang kita kembangkan)

4)   Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi pada kompetensi
Kompetensi adalah kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki peserta didik. Pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi pada kompetensi merupakan pengembangan dan penjabaran dari Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang menekankan pencapaian kompetensi-kompetensi tertentu.
Kompetensi yang dikembangkan adalah keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidakmenentuan, ketidakpastian, dan kerumitan-kerumitan dalam kehidupan. Peserta didik diharapkan agar memiliki kemampuan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial yang bermutu tinggi.
Kecakapan hidup (life skill) yang harus dimiliki siswa; kecakapan mengenal diri (self awarness), kecakapan berpikir rasional (thinking skill), kecakapan sosial (social skill), kecakapan akademis (academic skill), dan kecakapan vokasional (vocational skill). Karakteristik kurikulum berorientasi pencapaian kompetensi menurut Depdiknas:
·         Menekankan kepada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
·         Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman. Ini artinya, keberhasilan pencapaian kompetensi dasar diukur oleh indikator hasil belajar.
·         Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
·         Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber-sumber lain yang memenuhi unsur edukatif.
·         Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi pada kompetensi Disebut dengan model Desain Sistem Instruksional Berorientasi Pencapaian Kompetensi (DSI-PK), yaitu gambaran proses rancangan sistematis tentang pengembangan pembelajaran baik mengenai proses maupun bahan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dalam upaya pencapaian kompetensi.
Bab III
Penutup

1.      Kesimpulan
Salah satu aspek perihal guru dan keguruan, yakni model pembelajaran. model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
Model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran.
Model pembelajaran dan pengembangannya dibangun senantiasa berdasar kepada berbagai teori, seperti behaviorism, kognitif, konstruktivism dan Humanistik.
Terdapat pula model pengembangan pembelajaran yang menitik beratkan pada aspek orientasi, seperti berorientasi pada kelas, Hasil, Sistem dan Kompetensi.

2.      Saran
Diharapkan setelah memahami dasar landasan pengembangan model pembelajaran, peserta diskusi makalah pengembangan model pembelajaran dalam pengembangan kurikulum dapat menerapkannya dalam proses belajar mengajar.


[1] Nasution, S, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993) Hlm 4-7
[2] Miarso Yusufhadi,  Definisi Teknologi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers.1986) Hlm 5
[3] Joni, T Raka. Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Pendidikan Guru. Konsorsium Ilmu Pendidikan (Jakarta : Dirjen Dikti Depdikbud, 1992) Hlm 12
[4] Andreas Soeroso, Sosiologi 2, SMA Kelas XI,  Yudhistira Ghalia Indonesia, Hlm.29
[5] Preskiptif adalah : proses yang didefinisikan dengan aturan yang jelas tentang kegiatan-kegiatan,tindakan, tugas, dan hasil kerja(work product) yang diperlukan untuk mengembangkan pembelajaran yang berkualitas. Gunanya adalah untuk Menjamin stabilitas, kontrol dan organisasi terhadap kegiatan pengembangan kegiatan belajar.
[6] Charles M. Reigeluth, Instructional-Design Theoris and Models : A New Paradigm of Instructional Theory, Vol 2, (Routledge, 1999 ) Hlm 328
[7] Merrill, ETR&D, Vol. 50, No. 3, 2002, Hlm 43–59
[8] Saekhan Muchith, Pembelajaran Kontekstual, (Semarang: RaSAIL Media Grup,. 2008), Hlm 71
[9] Andito (ed.), Belajar Teori Behavioristik , (Bandung : Pustaka Hidayah, 1998), Hlm. 259
[10] Achmad  Rifa’I dan Catharina Tri Anni. Psikologi Pendidikan. (Semarang.UNNES PRESS, 2009) Hlm 72
[11] Ibid
[12] Winkel, W. S., Psikologi Pengajaran cet. 6 (Yogyakarta: Media Abadi, 2004) Hlm 44
[13] Dit.Tendik, Pembelajaran Berbasis PAIKEM (CTL, Pembelajaran Terpadu, Pembelajaran Tematik), Jakarta: Kemendiknas, 2010
[14] Benny A Pribadi. 2010. Model ASSURE untuk Mendesain Pembelajaran Sukses. (Jakarta:Dian Rakyat. 2010) Hlm 19
[15] Benny A Pribadi. Model Desain Sistem Pembelajaran. (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 2009) Hlm 67

[16]Ice Purwanti, Model Pembelajaran ADDIE, http://icheanindita.blogspot.com /2012/08/model-pembelajaran-addie.html diakses 04 Januari 2012